Rabu, 05 Juni 2013

Nichiren Syosyu di Indonesia



Oleh :
Nurjaman
(1111032100056)

A. Pendahuluan
Pada pertemuan yang lalu kita telah membahas agama Buddha yang ada di Jepang. Dimana ketika memasuki abad ke-13 M. beberapa aliran baru muncul di jepang, sejalan dengan perselisihan dan perebutan kekuasaan di antara para penguasa, atau sejak pada tahun 624 timbullah mazhab/aliran-aliran yang bermacam-macam di Jepang. Aliran–aliran baru  tersebut anatara lain aliran Cha’an yang di Jepang disebut dengan Aliran Zen, aliran Amida (Tanah Suci), dan Nichiren Syosyu.[1]
Nichiren Syosyu adalah salah satu sekte dalam agama Buddha yang ada di Jepang  yang mengakui Nichiren Daishonin[2] sebagai pendirinya dan Nikko Syonin sebagai pewaris hukumnya.
B. Nichiren Syosyu di Jepang
            Nichiren Syosyu lahir di Jepang oleh pendirinya Nichiren Daishonin (1222-1282),  yang asal mulanya dari sekte Tendai (Jep). (T’ien-t’ai).[3] Ia dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1222 di sebuah desa nelayan kominato di Tokyo, Propinsi Awa, derah Chiba. Ayahnya bernama Mikuni No Toyo dan ibunya bernama Umegiku-Nyo. Nama kanak-kanaknya adalah Zen Nichi Maro. Pada usia 12 tahun ia memasuki suatu kuil dari sekte T’ien-T’ai bernama Seicho-Ji, dimana ia mempelajari baik ajaran-ajaran Buddhisme maupun pendidikan umum, dibawah pendeta Dozen-bo.
Pada waktu itu, kekuasaan politik di Jepang telah bergesar dari kaum ningrat istana kekaisaran di Kyoto kepada golongan Samurai yang mendirikan suatu pemerintah militer, atau keshogunan, di kota Kamakura, di pantai Pasifik jauh dari Kyoto, tempat kedudukan tradisional dan kuno dari kaisar.[4]
Di kancah Internasional, gerombolan-gerombolan mongol mengamuk dan bergerak, seperti badai besar ke arah India, tempat Buddhisme secara praktis telah dilenyapkan dari kehidupan agama rakyat.[5]
Adapun ajaran-ajaran dari Nichiren Daisonin:[6]
a.       Nam-myoho-renge-kyo,
b.      Gohonzon,
c.       Teori ‘kaida’
Selain ajaran tersebut Nichiren Daisonin juga meramalkan, jika yang berwajib tetap mengingkari hukum yang benar, dua bencana besar akan menimpa jepang. Diantaranya:[7]
1.       Penyerbuan orang asing
2.       Perang saudara yang meluas
C. Nichiren Syosyu Indonesia
setelah kurang lebih 700 tahun agama Buddha Nichiren Syosyu berkembang di Jepang, mulailah tersebar luas keseluruh dunia, termasuk ke Indonesia. Agama  Buddha Nichiren Syosyu masuk ke Republik  Indonesia sekitar tahun 1950.[8]
Berkembang mula-mula di Jakarta. Sejak kepemimpinan Senosoenoto, agama Buddha Niciren Syosyu berkembang luas hingga ke desa-desa. Hingga tahun 2005 ini umatnya telah tersebar di berbagai pelosok Indonesia.[9] Pada tahun 1960-an mulai dibentuk pertemuan-pertemuan diskusi untuk mempelajari agama Buddha Nichiren Syosyu. Keadaan ini terus berlangsung sehingga terbentuklah Yayasan Buddhis Nichiren Syosyu Indonesia pada tahun 1969 yang berkedudukan di jalan Padang 27, Jakarta Selatan.
Pada awalnya perjuangan agama Buddha Nichiren Syosyu belum terarah  dan banyak menimbulkan kesalah pahaman. Tetapi setelah peralihan puncak pimpinan yang langsung ditangani oleh Bapak Senosoenoto (kini sebagai ketua Umun Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia). Pada tahun 1980 perjuanggan untuk menyebarkan agama Buddha Nichiren Syosyu telah terprogram dengan uraian sebagai berikut:[10]
-          Masa perkenalan (1963 - 1972)
Tahun 1965 sampai dengan tahun 1972, merupakan masa perkenalan agama Buddha Nichiren Syosyu di indonesia. Dengan lahirnya orde baru, semua agama yang resmi diakui oleh pemerintah. Bagi agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia era ini digunakan untuk mengatur dan menyusun organisasi dengan ketentuan Hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia. Sehingga terlahirlah “Yayasan Buddhis Nichiren Syosyu Indonesia tertanggal 22 September 1970 No. 76”, yang telah dipertegas  dalam anggaran dasarnya, khususnya perihal maksud dan tujuan yang sejalan dengan cita-cita bangsa indonesia dalam pembangunan nasional yang tertuang dalam GBHN berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Tujuh tahun dalam masa ini merupakan perjuangan yang berat dalam membangun suatu himpunan yang kuat berdasarkan prinsip-prinsip Ajaran Sang Buddha secara murni dan tetap. Tantangan yang terbesar pada masa ini adalah terjadinya perbadaan pendapat dikalang pimpinan sekitar tahun 1971 – 1972. Namun berkat maitri karuna (welas asih) dan kekuatan gohonzon, krisis besar itu dapat diatasi, sehingga pada tahun itu juga sejumlah 39 anggota Nichiren Syosyu Indonesia berziarah ke kuil Pusat Ghohondo pad tanggal 1972, yang merupakan bukti berhasilnya menatasi krisis tersebut dan berakhirnya masa perkenalan ini.[11]
-          Masa pembuktian Identitas  (1972 - 1979)
Pada masa ini berarti bahwa agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia harus dapat menunjukan identitasnya sebagai berikut:
a.       Agama Buddha Nichiren Syosyu adalah bukan agama jepang dan betul-betul Agama Buddha dari mazhab Mahayana berdasarkan Tripitaka dan berkepribadian Nasional.
b.      Agama Buddha Nichiren Syosyu bukan agama yang eksklusif untuk orang-orang atau tertentu saja, tetapi adalah agama untuk lapisan masyarakat berdasarkan prinsip "Icien Bodai Soyo” (Gohonzon yang dianugrahkan untuk seluruh umat manusia).
Pada masa pembuktian Identitas inilah Nichiren Syosyu Indonesia mulai aktif dengan gerakan-gerakan masyarakat dan berpartisipasi dalam Majelis-Majelis Agama Buddha yang mulai dengan ikut sertanya Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia di dalam Musyawarah Intern Umat Beragama Buddha di Lawang-Jawa Timur, tanggal 12-14 Maret 1976. Disusul dengan peringatan Hari Kartini di Gedung Basket Lokasari pada tanggal 21 April 1967. Dalam usaha penghayatan kebudayan bangsa, maka selama tahun 1977 secara bergelombang diselenggarakan “Malam Kekeluargaan Daerah” yang sepenuhnya ditanggung oleh masing-masing daerah di Gedung RRI. Pada tahun ini pula, tepatnya pada tanggal 13 Agustus 1977, ketua Umum Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia (MABNSI), Bapak Senosoenoto dipilih menjadi Sekretaris Jendral Majelis Agama Agama Budha Indonesia (MBI).  Dalam rangka perayaan Hari Suci Waisak, maka untuk pertama kalinya MABNSI menyelenggarakan Malam Kekeluargaan yang pada kesempatan itu pula dihadir oleh Bapak Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Gde Pudja, MA, SH, yang berkenan pula memberikan sambutan.
Sebagai langkah awal, pada tanggal 12-13 November 1977. MABI mengadakan Persamuan Agung Pertama di Vihara Sadaparibhuta 1 Megamendung (Pusat penataran Nichiren Syosyu Indonesia). Disusul dengan langkah berikutnya, maka pada tanggal 12 Mei 1978, MABI telah menerima Bapak Mentri Agama RI. H. Alamansyah Ratu Perwiranegara yang merupakan Mentri Kabinet Pembangunan 3. Adapun maksud dan tujuannya adalah dalam rangka tatap muka sekaligus pengenalan diri dihadapan para pemuka Agama Buddha. Pada saat itu pula merupakan hari resminya penggunaan vihara Sadaparibhuta I sebagai tempat bagi penataran-penataran baik mengenai Agama Buddha maupun maksud lain.
Agama Nichiren Syosyu memiliki prinsip yang dinamakan “esyo Funi” yang berarti, bahwa antara subjek (manusia) dan lingkungan sama sekali tak terpisahkan atau pada hakekatnya bukan dua. Maka di dalam pelaksanannya sehari-hari penggunaan bahasa di dalam setiap pertemuan-pertemuan hanya memakai satu bahasa yakni bahasa Indonesia. Prinsip ini dalam prakteknya sehari-hari mengajarkan kita untuk mencintai tanah air dimana kita dilahirkan, oleh karenanya upaya penghayatan nilai-nilai budaya bangsa sekaligus pelestariannya merupakan kegiatan-kegiatan yang tak kunjung padam kita laksanakan. Para ibu mempelajari kesenian-kesenian Nasional maupun tradisional yang di ikuti oleh putra-putrinya. Para remaja aktif dalam kepramukaan dan pecinta alam, bahkan mengadakan seminar Pancasila guna menggali nilai-nilai yang terkandung di dalamnya agar dapat ditemukan nilai-nilai apa yang sesuai dengan ajaran agama Buddha. Kesimpulannya, Pancasila senafas dengan agama Buddha.
Puncak keberhasilan dari Masa Pembuktian Identitas adalah bahwa semua Majelis-Majelis Agama Buddha secara rukun dan penuh kekeluargaan mengadakan Musyawarah Intern Umat Beragama Buddha di Vihara sadaparibhuta 1 Megamendung dari tanggal 14 – 16 Desember 1979. Dengan berakhirnya musyawarah ini maka terbentanglah sebuah era baru yaitu masa penentuan dasar-dasar pelaksanan ajaran Agama Buddha Nichiren Syosyu untuk kemakmuran dan kebahagian rakyat Indonesia.[12]
-          Masa Pembentukan Pondasi (1980 – 1987)
Masa ini adalah masa terberat bagi Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia, karena pada masa ini fokus perjuangan ditunjukan untuk mencari dan membangun jalur-jalur penyebarluasan Agama Buddha Nichiren Syosyu indonesia. Oleh karenanya generasi muda sebagai penerus bangsa mempunyai peranan panting pada masa ini. Pada tahun 1981 – 1982 telah ditetapkan sebagai “Tahun Kepemudaan” sesuai denagn kebijaksanaan yang telah diputuskan.
Pada masa ini juga terlaksana beberapa kegiatan. Diantaranya:
a.       Kegiatan kemasyarakatan. Yakni gerakan donor darah dan gerakan kebersihan yang dilakukan di berbagai tempat seperti Semarang, Purwodadi, Solo, Surabaya, Medan, Palembang, Pontianak dan sebagainya.
b.      Kegiatan dalam bidang kesenian. Seperti Malam Kekeluargaan ASEAN di Balai Sidang Senayan, Jakarta tanggal 7 Juni 1980. Malam Kekeluargaan Intern Nichiren Syosyu Indonesia yang dilaksanakan sebagai Gladi Resik (28 februari 1981) menuju pada hari perayaan  hari Tri Suci Waisak 2525 di Istora Senayan pada tanggal 1 Maret 1981. Pada kesempatan ini 10.000 anggota Nichiren Syosyu Indonesia bersatu padu mensukseskan Malam Kekeluargaan tersebut.
c.       Turut membantu dalam memecahkan masalah-masalah nasional sekaligus mensukseskan program-program pemerintah seperti seminar-seminar dan penataran-penataran yang antara lain adalah: seminar teknologi video dan dampaknya dalam pembangunan bangsa, Seminar TVRI dan partisipasi masyarakat, Seminar KB dan kependudukan, Seminar keserasian sosial, Penataran P4 bagi para pimpinan/pemuka umat Buddha, Penataran P4 tingkat nasional bagi organisasi-organisasi masyarakat di gedung BP-7 Pusat.
d.      Bagian pemuda juga mengadakan kegiatan-kegiatan seperti pengelolaan perpustakan, ceramah dari tokoh-tokoh masyarakat dan penelitian-penelitian atau widya wisata ke desa-desa untuk dapat merasakan kehidupn rakyat dan menyadari pentingnya potensi mereka dalam pembangunan nasional ini.
Sesuatu yang perlu dicatat dalam masa ini adalah terbinanya hubungan kerja sama sesama penganut di luar negeri yang semakin mantap. Dari sinilah tampaknya bahwa hubungan antara sesama organisasi penganut agama Buddha Nichiren Syosyu dilandasi oleh ikatan persaudaran berdasarkan prinsip “berdiri sama tinggi duduk sama rendah”.
D. Kompleks Vihara Sadaparibhuta
            Kata ‘’sadaparibhuta’’ diambil dari nama seorang tokoh Boddhisatva yang merupakan judul dari Bab XX Saddharma Pundarika Sutra yang berarti ‘’selalu tidak meremehkan’’ ( Sada= selalu, A= tidak, Paribhuta= meremehkan).[13] Boddhisatva ini selalu menghormati orang lain meskipun dicerca dan dianiyaya.
            Kompleks Vihara Sadaparibhuta ini terletak di antara bukit-bukit indah di desa Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Di atas tanah seluas 8 hektar itu terdapatsebuah tempat peristirahatan, sebuah rumah Joglo asal Jawa Tengah, bukit perkemahaan dan vihara Sadarparibhuta I, II, dan III.[14]
            Pada mulanya ditanah ini hanya terdapat sebuah tempat peristirahatan keluarga Senoseonoto. Sekitar tahun 1971 sampai tahun 1974, beberapa pimpinan sering diundang untuk berdialog bersama tentang hukum-hukum Agama Buddha serta pelaksanaannya ( Nichiren Syosyu Indonesia belum berkembang seperti dewasa ini). Baru pada tahun 1975 anggota Nichiren Syosyu Indonesia bertambah dengan pesat.[15] Dari sini mulai diadakan berbagai latihan untuk kaum remaja, yang pada akhir tahun 1975 diadakan perkemahan untuk bagian pelajar SMP, SMA yang pesertanya hanya 21 orang saja. Kemudian diikuti dengan berbagai latihan untuk remaja pada tahun berikutnya, yaitu tahun1976 dan tahun 1977 yang sampai dihadiri 200 orang.
            Jumlah peserta dalam latihan tersebut semakin lama semakin banyak, maka pada bulan Februari 1977 timbullah ide untuk membangun sebuah vihara yang dapat menampung sekitar 250 orang.
            Awal tahun 1978 bertepatan dengan acara tatap muka antara para pemuka-pemuka Agama Buddha yang tergabung dalam MABI ( Majelis Agung Agama Buddha Indonesia ) dengan Menteri Agama RI. H. Alamansyah Rata Perwiranegara di pusat penataran Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia – Megamendung, 12 mei 1978, vihara Sadaparibhuta II yang dapat menampung 600 orang mulai digunakan.[16]
            Sebagai puncaknya pada penataran akhir tahun 1981 dalam rangka menyongsong datangnya tahun baru 1982 jumlah peserta yang hadir mencapai 900 orang. Kebutuhan akan vihara yang lebih besar tidak dapar ditunda lagi. Berkat adanya doa, dana, dan usaha serta tekad yang mendalam maka dapat terwujudlah rampungnya pembangunan vihara Sadaparibhuta III.[17] Yang dimana vihara Sadaparibhuta yang ke- III ini berdiri kokoh dan megah di antara bukit-bukit dipenuhi julangan pohon-pohon pinus. Hawa pegunungan yang sejuk membuat kenyamanan pada sanubari setiap Insan yang datang mengunjunginya.
            Vihara ini dibangun dengan konstruksi baja menurut pondasinya yang bersegi delapan. Kedelapan segi ini melukiskan delapan kelopak bunga teratai, sebagai tema dari vihara Sadaparibhuta III..
E. Perkembangan Organisasi Agama Buddha di Indonesia
Di antara perkembangan Organisasi Agama Buddha di Indonesia, yaitu:[18]
Organisasi Java Buddhists Association berdiri pada tahun 1930 yang merupakan bagian dari The International Buddhists Missionary ( Berpusat di Thaton, Myanmar ) dipimpin oleh Ketua : Ernest Erle Power, Sekretaris : Josiast Van Dienst.
Pada tahun 1932 Terbit Majalah Moestika Dharma yang dipimpin oleh Kwee Tek Hoay. Kwee Tek Hoay menyelenggarakan Dialog tentang Agama Buddha antara Josiast Van Dienst dan Bhikshu Lin Feng Fei ( Kepala Klenteng Kwan Im Tong ) di Prinseniaan ( Jl. Mangga Besar ). Hasil dialog : Klenteng sebagai tempat ibadah umat Buddha tidak hanya digunakan untuk tempat pemujaan saja, tetapi juga sebagai tempat untuk mendapatkan pelajaran Agama Buddha.
Peristiwa-peristiwa penting bagi agama Budha yang terjadi pada tahun 1934 antara lain adalah:
1.       Ong Soe An ( tokoh Theosofi Bandung ) mengundang Bhikkhu Narada Thera dari Srilangka untuk memberikan babaran Buddha Dharma di Pulau Jawa. Bapak Mangunkawatja ( Tokoh Masyarakat Jawa ) ditabhiskan menjadi Upasaka oleh Bhikkhu Narada Thera.
2.      Dibentuk Java Buddhists Association Afdeeling Batavia ( Jakarta ) dengan pimpinan:
Ketua            : JW. De Witt
Wakil Ketua  : DR. R. Ng. Poerbatjaraka.
Sekretaris      : Ny. Tjoe Hin Hoey.
3.       Dibentuk Java Buddhists Association Afdeeling Buitenzorg ( Bogor ) dengan pimpinan:
Ketua        : A. Van der Velde
Sekretaris  : Oei Oen Ho.
4.      Dibentuk Batavia Buddhists Association dengan pimpinan :
Ketua        : Kwee Tek Hoay
Sekretaris  : Ny. Tjoa Hin Hoey
Tujuan dari Batavia Buddhists Association adalah untuk dapat bergerak lebih leluasa karena segala keputusan dari Java Buddhists Association harus mendapat persetujuan dari induk organisasi di Thaton, Myanmar.
5.      Dibentuk Central Buddhists Institut Voor Java ( Bhs. Belanda : De Dharma in Nederlandsche Indie ) yaitu wadah kebersamaan seluruh organisasi Umat Buddha di Hindia Belanda.
Ketika tahun 1935, dibentuk Sam Kauw Hwee yaitu organisasi-organisasi setempat yang anggotanya terdiri dari penganut agama Buddha, Kong Hu Cu dan Tao (Bhs. Indonesia : Sam Kauw Goat Poo) Tujuannya untuk mencegah orang Tionghoa menjadi penganut agama lain dan menyandang Budaya Barat. Periode Pembentukan Organisasi Buddha Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia.
Kemudian tahun 1952 dibentuk kembali Perkumpulan Sam Kauw Hwee yang merupakan kelanjutan dari Sam Kauw Hwee 1935 dengan Ketua nya : Kwee Tek Hoay.
Pembentukan Organisasi Umat Buddha di Indonesi.
    1. Gabungan Tridharma Indonesia (GTI)
kejadian tahun 1952
a.       Kwee Tek Hoay meninggal dunia, Perkumpulan Sam Kauw Hwee bergabung dengan Thian Lie Hwee yang dipimpin oleh Ketua : Ong Tiang Biauw / Bhikkhu Jinaputta.
b.      Gabungan Khong Kauw Hwee yaitu bagian kebaktian dari Sin Ming Hui (Perkumpulan Sosial Candranaya) dan Buddha Tengger membentuk Gabungan Sam Kauw Indonesia (GSKI) yang dipimpin oleh The Boan Ann/ Bhikkhu Ashin Jinarakkhita.
 Tahun 1954 Ketua GSKI beralih kepada Drs. Khoe Soe Kiam (Drs.Sasana Surya) karena The Boan An ditahbiskan menjadi Bhikkhu Ashin Jinarakkhita di Myanmar. Pada 1962 GSKI berganti nama menjadi Gabungan Tridharma Indonesia ( GTI ). Ketika tahun 1967 dibentuk Perhimpunan Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD) di Lawang, Jawa Timur dibahwa pimpinan Ong Kie Tjay yang berkantor Pusat di Surabaya.
   2.  Perhimpunan Buddhis Indonesia (PERBUDHI)
Tahun 1967 dibentuk Persatuan Buddhis Indonesia (PERBUDHI) dipimpin oleh Sosro Utomo (Ketua Buddha Tengger) karena sukar bagi orang Jawa untuk bergabung dengan Gabungan Tridharma Indonesia (GTI). Dalam Kongres tahun 1978 berganti nama menjadi Perhimpunan Buddhis Indonesia (PERBUDHI) dengan Ketua Umum Sariputa Sudono, kemudian Kolonel Soemantri MS. dan brigjen Suraji AA. Catatan: Sejak tahun 1960-an, Bhikkhu Jinarakkhita, PERBUDHI dan GTI mengalami ketidak serasian sehingga keluar surat bahwa anggota GTI dilarang menjadi anggota PERBUDHI.
   3. Musyawarah Umat Buddha Seluruh Indonesia (MUBSI)
Didalam PERBUDHI terdapat Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) yang dibentuk pada tahun 1956 oleh Bhikkhu Jinarakkhita sebagai pembantu Sangha Suci Indonesia yang dipimpin oleh Bhikkhu Jinarakkhita. PERBUDHI Yogyakarta dan Jawa Tengah sangat menentang adanya kelompok PUUI, karena PUUI tidak tunduk pada Kongres PERBUDHI, melainkan pada Sangha Suci Indonesia sehingga roda organisasi PERBUDHI tidak dapat berjalan sesuai AD/ART. Tetapi pada tahun 1962, PERBUDHI Yogyakarta dan Jawa Tengah menyatakan keluar dari PERBUDHI, kemudian membentuk Musyawarah Umat Buddha Seluruh Indonesia (MUBSI) di pimpin oleh Drs . Soeharto Djojosumpeno (Yogyakarta).
   4. Buddhis Indonesia.1965
PERBUDHI Cabang Semarang dengan diikuti beberapa Cabang PERBUDHI di Jawa Tengah dan Jawa Timur membentuk Buddhis Indonesia sekitar tahun 1965 yang berpusat di Vihara Tanah Putih (Semarang). Penyebab terbentuknya Buddhis Indonesia antara lain , ketidak-serasian dan masalah pribadi antara tokoh-tokoh Buddhis di Semarang dan Jawa Tengah.Keikutsertaan PERBUDHI dalam konfrensi World Buddhists of Fellowship (WFB) di Bangkok yang dihadiri pula oleh utasan Malaysia di masa Konfrontasi RI-Malaysia.
Masa Federasi dan Fusi Organisasi Buddhis Indonesia
1.      Federasi Umat Buddha Indonesi
Tahun 1967 Dibentuk Federasi Umat Buddha Indonesia yang mengadakan Musyawarah Besar I di Yogyakarta yang anggotanya :
a.       Buddhis Indonesia.
b.      Gabungan Tridharma Indonesia.
c.       Musyawarah Umat Buddha Seluruh Indonesia.
d.      Agama Hindu-Buddha TenggerAgama Buddha Wisnu Indonesia.
PERBUDHI tidak masuk Federasi Umat Buddha Indonesia karena adanya pernyataanbersama Federasi Umat Buddha Indonesia yang merugikan PERBUDHI dan Sangha Suci Indonesia.
   2. Majelis Tertinggi Seluruh Umat Buddha Indonesia
Maha Samaya II ( Kongres PUUI ) tahun 1969  yang dihadiri PERBUDHI dan Maha Sangha Indonesia membentuk Majelis Tertinggi Seluruh Umat Buddha Indonesia yang dipimpin:
Ketua Umum : Bhikkhu Girirakkhito
Sekjen            : Brigjen Suraji Aryakertawijaya.
Berfungsi untuk menetapkan Kebijaksanaan dalam Keagamaan dan bertanggung jawab kepada Maha Sangha Indonesia.
Pembentukan Organisasi Sangha di Indonesia
Ketika pada tahun 1959 dibentuk Sangha Sutji Indonesia yang terdiri dari Bhikkhu- bhikkhu dan Samanera-samanera yang ditahbiskan dalam Mazhab Theravada dipimpin oleh Bhikkhu Jinarakkhita, Bhikkhu Jinaputta, hikkhu Jinapiya, dan Samanera Jinananda.
Maha Sangha Indonesia didirikan pada tahun 1963 dengan anggotanya terdiri dari Bhikkhu Jinarakitta, Bhikkhu Jinapiya, Samanera Jinagiri, Samanera Jinarathana, Samanera Jinakumar, dan Samaneri Jinakumari. Ketika tahun 1966 Pimpinan Maha Sangha Indonesia ( Bhikkhu Jinarakkhita ) membentuk kelompok
Sangha Agung yang bertujuan untuk menfusikan/melebur seluruh mazhab Agama
Buddha, hal ini ditolak oleh sebagian kelompok Mazhab Theravada.
Dengan adanya hal tersebut maka sebagian anggota Maha Sangha Indonesia tradisi Mazhab Theravada membentuk Sangha Indonesia tahun 1968, yang terdiri dari Bhikkhu Jinapiya, Bhikkhu Sumanggalo, Bhikkhu Girirakhitto, Bhikkhu Jinaratana, Bhikkhu Aggabalo, dan Bhikkhu Subhato. Diperkuat dengan Deklarasi Sangha Indonesia pada tanggal 12 Januari 1972 yang mengutamakan Tradisi Mazhab Theravada. Dan pada tahun yang sama Sangha Indonesia yang mendapatkan dukungan penuh dari Federasi Umat Buddha Indonesia, Persaudaraan Umat Buddha Salatiga dan PERBUDHI.
Pada tahun 1968 PUUI menyatakan keluar dari PERBUDHI dan berganti nama menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI) dibawah pimpinan :
Ketua Umum : Brigjen Soemantri MS.
Sekjen           : Drs. Oka Diputhera.
Dengan menyatakan dukungan penuh kepada Maha Sangha Indonesia kelompok Sangha Agung.
Mempersatukan Umat Buddha Indonesia
Atas Prakarsa dan Mediator Brigjen Saparjo tahun 1972 dibuat ikrar di Candi Borobudur untuk membentuk wadah tunggal Umat Buddha Indonesia. Ikrar Borobudur ini di tanda tangani oleh :
a.       Buddhis Indonesia ( Suryaputta Ks. Suratin )
b.      MUABI ( Brigjen. Sumantri MS. )
c.       PERBUDHI ( Brigjen. Suraji Ariyakertawijaya )
d.      MUBSI ( Djoeri )( Drs. Sasana Surya )
e.       Persaudaraan Umat Buddha Salatiga ( Soepangat Prawirokoesoemo, SH. )
f.       Dewan Vihara Indonesia (Maitreya-NSI)
Wadah tunggal itu merupakan peleburan semua organisasi Buddhis dengan nama Buddha Dharma Indonesia disingkat BUDDHI. Anggota-anggota Pemuka dan Cendikiawan Agama Buddha dari berbagai sekte mendirikan Majelis Buddha Dharma Indonesia.
Atas Prakarsa dan Mediator Gde Puja, MA. Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Maha Sangha Indonesia ( kelompok Sangha Agung ) dan Sangha Indonesia ( kelompok Mazhab Theravada ) mengabungkan diri pada tahun 1974 dengan membentuk Sangha Agung Indonesia dengan landasan bahwa setiap Bhikkhu akan melaksanakan Vinaya sesuai dengan sektenya masing-masing. Sangha Agung Indonesia dipimpin oleh :
Ketua ( Nayaka ) : Bhikkhu Jinarakkhita.
Wakil Ketua        : Bhikkhu Jinapiya.
Hasil Konsensus ini tidak pernah terwujud karena kedua kelompok tidak dapat menyepakati stuktur dan fungsi organisasi Sangha Agung Indonesia.
Tahun 1975 Hasil Ikrar Nasional Umat Buddha di Candi Borobudur tahun 1972, dapat diwujudkan dalam Wadah Tunggal Buddha Dharma Indonesia (BUDHI) dengan pimpinan Brigjen Suraji Ariyakertawijaya. Namun terdapat dua organisasi yang tidak bergabung dalam BUDHI yaitu :
  1. MUABI dipimpin Brigjen Sumantri MS. karena menyatakan diri bukan organisasi Massa.
  2. GTI dipimpin Drs. Aggie Tjetje yang menyatakan bahwa GTI merupakan Badan Hukum yang tidak dapat dibubarkan tanpa prosedur Hukum.
Ibu Tien Suharto meresmikan Vihara Arya Dwipa Arama di Tama Mini Indonesia Indah pada tahun1975 yang  disambut oleh Brigjen Suraji Ariyakertawijaya Ketua BUDHI.
Dalam Pasamuan BUDHI di Hotel Niagara Lawang, Jawa Timur berhasil menyepakati kriteria Agama Buddha yang disahkan dalam Kongres Umat Buddha tahun 1976 di Yogyakarta dan dijadikan landasan dalam perkembangan umat Buddha Indonesia. (tercantum dalam AD/ART WALUBI Perwakilan Umat Buddha Indonesia). Pembentukan Gabungan Umat Buddha Seluruh Indonesia (GUBSI) Di Jakarta, Prakarsa Mayjen Raharjo Projopradoto (DPP Golkar), Mayjen Saparjo (Sekjen Golkar) dan Gde Puja, MA. Selaku Dirjen Hindu-Buddha mengadakan pertemuan Pemimpin Organisasi Buddhis dan para pemuka agama Buddha. Hasil Pertemuan ini disepakati :
  1. Aspek pembinaan kehidupan keagamaan yang dilakukan oleh para rohaniawan dari sektenya masing-masing, karena tidak mungkin dipersatukan oleh sebab tradisi, Vinaya dan Nilai-nilai Spiritual- ritual yang berbeda satu sama lainnya.
  2. Aspek Sosial Kemasyarakatan dapat dipersatukan dengan Wadah Tunggal GUBSI (Gabungan Umat Buddha Seluruh Indonesia) dibawah pimpinan :
Ketua Umum : R. Eko Sasongko Pratomo, SH.
Sekjen            : Drs. Aggie Tjetje
Anggotanya :
a.       Buddha Dharma Indonesia (BUDHI- Theravada)
b.      Gabungan Tridharma Indonesia (GTI-Tridharma)
c.       Gabungan Vihara Buddha Mahayana Indonesia (Mahayana)
d.      Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia (Nichiren)
e.       Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (Maitreya)
f.       Pamong Umat Buddha Kasogatan (Kasogatan)
g.      Perhimpunan Buddha Dharma Indonesia (PERBUDHI)
GUBSI berkembang menjadi Ormas Golkar yang kemudian ditingalkan anggotanya. Dibentuk Majelis Pandita Buddha Dharma Indonesia (MAPANBUDHI- Theravada) di Bandung yang dipimpin oleh:
 Sekretaris Jenderal : Khemanyana Karbono dan
 Wakil Sekjen : Sumedha Widyadharma.
 Prakarsa Dirjen Bimas Hindu-Buddha (Gde Puja, MA) merumuskan pembentukan Majelis Agung Agama Buddha Indonesia (MABI) yang federasi organisasi keagamaan Buddha yang merupakan Forum konsultasi dari Majelis Agama Buddha dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Bapak Suraji
Ariyakertawijaya dengan anggota :
1.      Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI)
2.      Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI)
3.      Majelis Buddha Dharma Indonesia (Maitreya)
4.      Gabungan Tridharma Indonesia (Tridharma)
5.      Majelis Dharmaduta Kasogatan Indonesia (Kasogatan)
6.      Parisada Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI)
7.      Perhimpunan Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD)
Gabungan Tridharma Indonesia (GTI) berpusat di Jakarta dan Perhimpunan Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD) berpusat di Jawa Timur bergabung menjadi Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia (MARTRISIA) dipimpin oleh Ongko Prawiro. MUABI mengundurkan diri dari Federasi MABI. Namun di dalam MUABI sebagian anggotanya tidak menyetujui maka membentuk majelis baru dengan nama Majelis Dhrmaduta Kasogatan Indonesia dipimpin Giriputra Sumarsono dan Drs. Oka Diputhera.
Bhikkhu Theravada (Kelompok Sangha Indonesia) dalam Sangha Agung Indonesia memisahkan diri dengan mendirikan Sangha Theravada Indonesia dipimpin oleh Bhikkhu Girirakkhito dan beberapa orang Bhikkhu lainya.
pada tahun 1978 Dirjen Bimas Hindu-Buddha (Gde Puja, MA.) mengeluarkan keputusan bahwa seluruh aliran dan sekte-sekte agama Buddha berkeyakinan terhadap adanya Tuahan Yang Maha Esa dan masing-masing sekte memberikan nama yang berbeda-beda, tetapi pada hakekatnya adalah sama.
 Sebagian Bhikshu Mahayana dari Sangha Agung Indonesia memisahkan diri dengan mendirikan Sangha Mahayana Indonesia dengan pelopor, Bhikshu Sakya Sakti Mahasthavira, Bhikshu Sakya Putra Mahasthavira, Bhikshu Sakya Wanaram Mahasthavira, Bhikshu Dharma Batama  Mahasthavira, Bhikshu Dharmasagaro dan lainnya (Deklarasi Bogor). Menteri Agama yang pada saat itu adalah  Alamsyah Ratu Perwiranegara dan Dirjen Bimas Hindu- Buddha yaitu Gde Puja, MA. Mengadakan pertemuan dengan pimpinan semua Majelis dan Sangha yang ada di Indonesia. Hasil Pertemuan ini dibentuk Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) yang diberi nama oleh Menteri Agama Alamsyah Ratu Prawiranegara. WALUBI berbentuk Federasi dengan Sekretaris Jenderal terpilih Suparto Hs (Majelis Pandita Buddha Dharma Indonesia -Theravada). DPP WALUBI adalah :
1.      Suwarto Kolopaking, SH. (MUABI-MBI)
2.      Ir. T. Soekarno (Nichiren Syossyu Indonesia)
3.      Gunawan Sindhumarto, SH. ( Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia )
4.      Drs. Oka Diputhera ( Majelis Dharmaduta Kasogatan Indonesia )
5.      Bhaggadewa Siddharta ( Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia )
6.      Herman S. Endro, SH. ( Majelis Pandita Buddha Dharma Indonesia- Theravada )
7.      Ir. Hartanto Kulle ( Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia )
 Dewan Kehormatan adalah :
1.      Soemantri MS. (MUABI-MBI)
2.      Sumeda Widyadharma ( Majelis Pandita Buddha Dharma Indonesia-
Theravada )
3.      Giriputra Soemarsono (Majelis Dharmaduta Kasogatan Indonesia)
4.      IS. Susilo (Majaelsi Agama Buddha Mahayana Indonesi)
5.      Zen Dharma ( Majelis Pandita Buddha maitreya Indonesia )
6.      Sasanaputera ( Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia )
7.      Seno Soenoto ( Nichiren Syosyu Indonesia )
Diadakan Lokakarya Pemantapan Ajaran Agama Buddha dengan Kepribadian Nasional Indonesia merupakan dasar untuk mengadakan Kongres Umat Buddha Indonesia.
Tahun 1979 Dibentuknya Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia (MAJABUMI) dimana seluruh Umat Mahayana dan Sangha mahayana Indonesia bergabung menjadi satu kesatuan yang utuh.
Pra Kongres Umat Buddha Indoesia di Yogyakarta dengan menetapkan :
1.      Kode Etik Umat Buddha Indonesia.
2.      Kriteria Umat Buddha Indonesia.
3.      Ikrar Umat Buddha Indonesia.
4.      Pengukuhan Hasil Lokakarya Pemantapan Ajaran Agama Buddha dengan Kepribadian Nasional Indonesia.
Permasalahan Pra Kongres adalah Pemuka MUABI (MBI) dan Sangha Agung Indonesia memprotes keikutsertaan Niciren Syosyu Indonesia (NSI) karena memandang NSI sebagai bukan bagian dari rumpun Agama Buddha. Dan pertentangan ini berhasil dimediatori oleh Menteri Agama RI.
Pada saat Perayaan Waisak tanggal 9-10 Mei 1979 di Candi Mendut berhasil membentuk Wadah Tunggal Umat Buddha Indonesia dengan nama Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) dengan ditandatanganinya seluruh Keputusan dan Ketetapan Kongres Umat Budha Indoensia yang diserahkan oleh Suparto Hs selaku Ketua Umum kepada Menteri Agama RI.
Anggota Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) terdiri dari :
1.      Sangha Theravada Indonesia.
2.      Sangha Mahayana Indonesia.
3.      Sangah Agung Indonesia.
4.      Majelis Upasaka Pandita Agama Buddha Indonesia (MUABI-MBI)
5.      Majelis Dharmaduta Kasogatan Indonesia ( Kasogatan )
6.      Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia ( Mapanbumi )
7.      Majelis Agama Buddha Nichiren Syossyu Indonesia ( NSI )
8.      Majelis Rohaniawan Tridharma SeluruH Indonesia ( MARTRISIA )
9.      Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia ( MAJABUMI )
10.  Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia (MAPANBUDHI-Theravada)
Kongres MUABI merubah nama menjadi Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) yang berkedudukan sebagai pembantu dan bertanggung jawab kepada Sangha Agung Indonesia.
Tanggal 27-28 Februari 1982, Kongres Luar Biasa WALUBI di Jakarta yang menganti susunan DPP Walubi dengan memilih :
Ketua Umum : Soemantri MS. ( Majelis Buddhayana Indonesia-MBI)
Sekjen            : Seno Soenoto ( Nichiren Syossyu Indonesia-NSI )
Tanggal 8-11 Juli 1986, Kongres I WALUBI dibuka oleh Presiden Soeharto di Istana Negara,  Dewan Pimpinan Pusat :
Ketua Umum: Bhikkhu Girirakitto Maha Thera.( Sangha Theravada Ind. )
Wakil Ketua Umum : Drs. Aggie Tjetje, SH. ( MARTRISIA- Tridharma ) Widyekasabha
Ketua             : Bhikkhu Ashin Jinarakkhita Maha Thera ( Sangha Agung )
Wakil Ketua : Maha Pandita Sumedha Widyadharma ( MAPANBUDHI- Theravada ).
Tanggal 9-10 Juli 1987 Sidang Widyekasabha WALUBI menetapkan pengeluaran Nichiren Syosyu Indonesia dari WALUBI kerena permasalahan doktrin Buddha Dharma. SK No. 016/DPP/WALUBI/VII/87.
Tahun 1988 Sangha Theravada Indonesia mengadakan Pasamuan yang menetapkan:
Penasehat       : Bhikkhu Girirakkhito Mahathera
Ketua Umum : Bhikkhu Sri Pannavaro Thera
Sekjen            : Bhikkhu Subalaratano Thera
Wakil Ketua Umum WALUBI : Drs. Aggie Tjetje, SH. Dipecat dengan tidak hormat pada tahun 1990oleh DPP WALUBI melalui Rapat Pleno DPP WALUBI karena melakukan tindakan indisipliner organisasi dan menyalahgunakan wewenang serta memecah belah kerukunan Umat Buddha Indonesia.
Pada tahun 1992 MUNAS WALUBI di Hotel Horison, Jakarta dengan hasil keputusan DPP WALUBI terpilih :
Ketua Umum : Bhikkhu Girirakkitto Maha Thera ( Sangha Theravada                     Indonesia )
Sekjen              : Kolonel (Pol) Drs. Budi Setiawan (Ditura Buddha Depag)
Permasalahan yang belum terselesaikan di MUNAS WALUBI yaitu AD/ART yang diserahkan kepada Tim Perumus (30 orang).
 Widyekasabah
Ketua : Bhikkhu Ashin Jinarakkhita.
Dewan Penyantun
Ketua : Dra. Siti Hartati Murdaya.
Ketika tahun 1994, AD/ART belum menyelesaikan oleh Tim Perumus (30 orang), maka Pleno DPP Walubi menetapkan pembentukan Tim Perumus Kecil (9orang) yang berasal dari Tim Perumus (30 orang). Setelah Tim Perumus Kecil (9 orang ) menyelesaikan pembentukan AD/ART yang kemudian disahkan dalam Pleno DPP WALUBI dengan ciri khas bahwa Ketua Umum Walubi pemegang mandat tertinggi WALUBI dengan dua badan pelengkap yaitu Widyekasabah dan Dewan Penyantun selanjutnya di kenal dengan AD/ART yang sah.
Bersamaan Muncul AD/ART yang diklaim sebagai hasil Tim Perumus yang memperoleh mandat dari Munas, namun tidak disetujui oleh Pleno DPP WALUBI karena berciri khas pemegang  mandat tertinggi adalah Widyekasabah dengan pelaksana harian Ketua Umum DPP WALUBI. AD/ART yang tidak disetujui oleh Pleno DPP WALUBI, namun disebarluaskan dan dilaporkan ke Depdagri tanpa sepengetahuan DPP WALUBI. Selanjutnya AD/ART ini menjadi AD/ART yang
tidak terpakai (AD/ART Palsu). Timbulnya 2 AD/ART (AD/ART yang sah dan AD/ART Palsu) ini menjadi Polemik yang  akhirnya DPP WALUBI melaporkan kepada Kepolisian untuk membantu penyelesaianya permasalahan karena DPP WALUBI tidak dapat melaksanakan Program Kerja.
Pengakuan dari para tersangka yang terlibat dalam pembentukan AD/ART Palsu yang tidak disetujui oleh Pleno DPP WALUBI dengan menyatakan adanya tindakan penyetruman dan penyiksaan oleh oknum aparat telah diproses sesuai prosedur.
Pemerikasaan oleh Tim Komnas HAM, Tim DPR RI dan Tim DPP Walubi meragukan terjadinya peristiwa tersebut dan tidak mendapatkan bukti hukum yang kuat. Bahkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara telah menetapkan keputusan tahun 1998, yang membenarkan tindakan DPP Walubi
menyelesaikan pemasalahan dengan Pelaporan keaparat penegak hokum (Kepolisian) sesuai dengan peraturan perundangan dalam negara hukum. Tanggal  4 Oktober 1994 Sidang Pleno DPP WALUBI Membekukan Keanggotaan Majelis Buddhayana Indonesia SK No. 135/SK/DPP-WLB/1.8/X/94 Tanggal 15 Oktober 1994 Sidang Pleno DPP WALUBI Mengeluarkan Surat Keputusan No.141/SK/DPP-WLB/1.8/94 tentang Pemberhentian Sangha Agung Indonesia dan Majelis Buddhayana Indonesia dari WALUBI Tanggal 23 Juni 1994, Munas terbaru Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia yang berhasil menyusun DPP MAPANBUMI :
Ketua Umum           : MS. Gautama Hardjono
Sekretaris Jenderal  : Pdt. Citra Surya, SE. MM.Tanggal  3 Desember 1994,
Munas terbaru Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia yang berhasil menyusun DPP MAJABUMI :
Ketua Kehormatan : Dra. Siti Hartati Murdaya.
Ketua Umum          : Supradipa Suryadi
Sekretaris Jenderal  : Aries Wibowo.
Tanggal 30 Maret 1995 Sidang Widhayaka Sabha menetapkan bahwan Sangha Agung Indonesia dan Majelis Buddhayana Indonesia sebagai aliran Kepercayaan dan bukan organisasi keagamaan. No. 001/WS-WLB/III/1995.
Puja Bakti Waisak Akbar pada tahun 1996, di Candi Mendut yang dihadiri oleh seluruh anggota Walubi, maupun diluar Walbubi yaitu NSI (yang dikeluarkan tahun 1987) dan MBI (yang dikeluarkan tahun 1994 ).  Pasamuan Agung Nasional Parisada Buddha Dharma Nichiren Syosyu Indonesia di Megamendung, setelah meninggalnya Seno Soenoto, terjadi perselisihan yang tidak dapat  di selesaikan sehingga sebagian anggota PBDNSI memisahkan diri dan membentuk wadah baru yaitu Pandita Sabha Buddha Dharma Indonesia (PSBDI).
PBDNSI mengadakan Pasamuan (Munas terbaru) kembali menghasilkan kepemimpinan :
Ketua Umum : Suhadi Sendjaja
Sekjen            : Erwin Senosoenoto
PSBDI mengadakan Pasamuan (Munas terbaru) kembali menghasilkan kepeminpinan :
Ketua Umum : Aiko Senosoenoto
Sekjen            : Irwan Kartasasmita
Pada tahun 1997 Ketua Umum Walubi Bhikkhu Girirakkhito Mahatera meninggal dunia (parinibbana) dan Pleno DPP WALUBI mengangkat Pejabat Ketua Umum Walubi dimandatkan kepada Ketua Walubi Drs Oka Diputhera.
Prakarsa Dirjen Bimas Hindu Buddha ( Ir. I Wayan Gunawan ) mempertemukan seluruh pimpinan Organisasi Agama Buddah dan Sangha Agama Buddha dan Upaya Dra Siti Hartati Murdaya mempertemukan seluruh komponen Umat Buddha Indonesia dari berbagai lapisan masyarakat di Indonesia tahun 1998 yang  berhasil merumuskan Konsensus Nasional Umat Buddha dan menyetujui Struktur WALUBI baru dengan nama Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) yang  empersatukan seluruh Organisasi Agama Buddha yaitu seluruh anggota Walubi Perwalian Umat Buddha Indonesia dan mengundang diluar Perwalian Umat Buddha Indonesia (Nichiren Syosyu dan Majelis Buddhayana Indonesia). Tanggal 20 Agustus 1998, ditandatangani Konsensus Nasional Umat Buddha Indonesia dengan membentuk Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) dengan bentuk federasi dan memegang prinsip Non Intervensi.
Tanggal 6 Nopember 1998, mengadakan Munas Khusus Perwalian Umat Buddha (WALUBI) untuk pembubaran, karena telah dibentuk Wadah baru Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) sebagai kelanjutan historisnya yang telah menerima seluruh anggota Perwalian Umat Buddha Indonesia dan yang berada di luar Perwalian Umat Buddha Indonesia yaitu Nichiren Syosyu, Parisadha Budddha Dharma Indonesia dan Lembaga Keagamaan Buddha Indonesia yang terdiri dari ratusan organisasi Majelis dan tempat Ibadah Umat Buddha yang belum mencukupi 9 Propinsi sebagai syarat berdirinya sebuah Majelis yang bersifat Nasional.
Anggota Walubi (Perwalian Umat Buddha Indonesia) yaitu :
1.      Bhiksu Sangha Mahayana.
2.      Bhiksu Sangha Theravada.
3.      Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia (Majabumi )
4.      Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (Magabudhi)
5.      Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (Mapanbumi)
6.      Majelis Agama Buddha Tantrayana Kasogatan Indonesia (Kasogatan)
7.      Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia (Martrisia)
Diluar Walubi (Perwalian Umat Buddha Indonesia) yaitu :
1.       Parisadha Buddha Dharma Nichiren Syosyu Indonesia (NSI) ( Anggota Walubi Perwakilan )
2.      Pandita Sabha Buddha Dharma Indonesia (PSBDI) ( Anggota Walubi Perwakilan )
3.      Lembaga Keagamaan Buddha Indonesia (Anggota Walubi Perwakilan)
4.      Bhiksu Sangha Tantrayana ( Anggota Walubi Perwakilan )
5.      Lama Sangha Vajrayana ( Anggota Walubi Perwakilan )
6.      Sangha Agung Indonesia ( tetap diluar Walubi Perwakilan )
7.      Majelis Buddhayana Indonesia. ( tetap diluar Walubi Perwakilan )
Tanggal 16 Nopember 1998,  dibentuk Konfrensi Agung Sangha Indonesia (KASI) yaitu kelompok kerja Sangha yang berperan untuk singkronisasi dan keharmonisan antar Sangha di Indonesia. Tidak ada ketua KASI yang ada hanya Sekjen yaitu Bhiksu Prajnavira (Hui Siong) DPP Perwakilan Umat Buddha Indonesia memohon kesediaan KASI untuk duduk dalam Dewan Sangha Perwakilan Umat Buddha Indonesia. Namun hasil yang dicapai hanya kesediaan KASI mengayomi seluruh Umat Buddha dan menolak duduk dalam Dewan Sangha dengan mempersalahkan Majelis anggota WALUBI sebagai pemecah belah Sangha merujuk peristiwa Pemberhentian Sangha Agung Indonesia tahun 1994.
Munas terbaru MBI bulan September di Lampung, yang dihadiri oleh Dirjen Bimas Hindu-Buddha atas Rekomendasi DPP WALUBI, telah memutuskan untuk bergabung kembali dalam WALUBI yang ternyata sampai saat ini belum dilaksanakan.
DPP Majelis Buddhayana Indonesia menetapkan :
Ketua DPP MBI  : bersifat Presidium, tujuh orang Ketua. (diantaranya Dr. Parwati Soepangat, dr Krisnanda Wijayamukti MSc.)
Sekjen                : dr. Krisnanda Wijayamukti, MSc.
Tanggal 29-30 Desember 1998, Pasamuan Umat Buddha Indonesia yang dibuka oleh Presiden RI di Istana dan ditutup oleh Menteri Agama RI yang dilaksanakan di Hotel Indonesia yang dihadiri oleh Sangha Theravada Indonesia, Sangha Mahayana Indonesia dan Sangha Tantrayana Indonesia yang kemudian duduk sebagai Dewan Sangha WALUBI sebagai Penasehat Dharma DPP WALUBI dan seluruh Majelis Agama Buddha Indonesia, kecuali Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) yang hanya mengirimkan rangkaian bunga ucapan selamat Pasamauan Agung Umat Buddha Indonesia. Dewan Sangha Walubi (Koordinator Dewan Sangha Bhiksu Dutavira Mahasthavira)
1.      Bhikshu Sangha Mahayana (Koordinator Bhiksu Virya Mitra Sthavira)
2.      Bhikkhu Sangha Theravada (Koordinator Bhikkhu Vijano Mahathera)
3.      Bhikshu Sangha Tantrayana Kasogatan (Koordinator Bhiksu Padma Satya)
4.      Lama Sangha Tantrayana Vajarayana (Koordinator Lama Yongzin Tulku Rinpoche)
5.      Bhikshu Sangha Tantrayana Indonesia (Koordinator Bhiksu Padma Vajra Vidya)
6.      Bhikshuni Sangha Mahayana (Koordinator Bhiksuni Tjong Khai/Murniwati)
Anggota Perwakilan Umat Buddha Indonesia ( WALUBI ) :
1.       Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia (Ketua : Pdt. Supradipa Suryadi)
2.       Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (Ketua : Pdt. Herman S. Endro, SH)
3.       Majelis Agama Buddha Tantrayana Kasogatan Indonesia (Pdt. Drs. Oka Diputhera)
4.       Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia (Pdt. Ir. Arief Harsono.)
5.       Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia (Pdt. Ongko Prawiro)
6.       Parisadha Buddha Dharma Nichiren Syosyu Indonesia (Pdt. Suhadi Sendjaja)
7.       Pandita Sabha Buddha Dharma Indonesia (Pdt. Irwan Kartasasmita)
8.       Lembaga Keagamaan Buddha Indonesia (Pdt. Pradipa Suryadi ; Pdt Drs. Eddy Hertanto, SH.) yang didukung oleh :
a.       Majelis Agama Buddha Madhatantri (Pdt. Susan Kumala)
b.      Saddharma Pundarika Indonesia (Pdt. Udin Tirta)
c.       Adhidharma Indonesia (Pdt. N. Singgih, SH.)
d.      Ekadharma Indonesia (Pdt. Frans Cahyadi)
e.       Pendidikan Maitreya Indoensia (Pdt. Sasanavanalim)
f.       Tantrayana Vajrayana Indonesia (Lama Rigdzin Jigme)
g.      Ratusan tempat ibadah umat Buddha diseluruh Indonesia
Susunan DPP Perwakilan Umat Buddha Indonesia dipimpin oleh :
Ketua Umum          : Dra Siti Hartati Murdaya
Ketua                      : Ir. Arief Harsono
Ketua                      : Drs. Eddy Hertanto, SH.
Ketua                      : Drs. Oka Diputhera
Ketua                      : Irwan Kartasasmita
Ketua                      : Ongko Prawiro
Ketua                      : Suhadi Sendjaja
Ketua                      : Supradipa Suryadi
Ketua                     : Herman S. Endro, SH.
Sekretaris Jenderal : Drs. Sudarmo Tasmin, Ak.
Tanggal 31 Desember 1998, (DPD Martrisia Jakarta dan Jawa Barat yang memisahkan diri dari Martrisia–Tridharma Pusat tahun 1996) mengadakan Munas Majelis Agama Buddha Tridharma Indonesia di Bumi Tridharma , Pacet dengan Susunan Pengurus :
Penasehat       : Drs. Aggie Tjetje, SH. : Kittinanda
Ketua Umum : Bhagyadewa Siddharta
Sekjen            : Gunananda, BA
Tanggal 30 Mei 1999, Walubi mengadakan Puja Bakti Waisak Nasional di Candi Agung Borobudur yang dihadiri 50.000 umat Buddha dari seluruh Umat Buddha Indonesia dan Umat Buddha mancanegara serta dengan dukungan dari seluruh Partai Politik peserta Pemilu, Pemerintah dan Aparat Keamanan serta Rakyat sehingga Pelaksanaan Puja Bakti Waisak berlangsung dengan akbar, aman dan sukses. Tanggal 16 Agustus1999,  Walubi terpilih sebagai organisasi yang representative mewakili utusan Golongan Agama Buddha di MPR 1999 dengan dukungan 31 suara anggota KPU. Daftar Anggota MPR dari WALUBI :
1.      R. Eko Sasongko Pratomo, SH. (GUBSI-Tridharma-FKP 1977)
2.      Brigjen Soemantri MS. (WALUBI-MBI-FKP 1982)
3.      Bhikkhu Girirakkhito Mahathera (WALUBI-STI-FKP 1987-1992)
4.      Drs. Oka Diputhera (WALUBI-Kasogatan-FKP 1997)
5.      Dra. Siti Hartati Murdaya (WALUBI-(Mahayana dan seluruh Anggota Walubi Calon Utusan Golongan 1999)
Tanggal 20 Agustus 1999,  Ketua Umum WALUBI (Dra. Siti Hartati Murdaya) mendapatkan penghargaan Bintang Mahaputera Utama karena Jasa pengabdiannya kepada bangsa dan negara.




F.  Daftar Pustaka
Ali, Mukti. Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press. 1988.
 http://groups.yahoo.com/group/pmvbs-baa/message/626 diunggah pada tanggal 18 maret 2013.
http://www.nichiren-shoshu-indonesia.org/about.php di unggah pada tanggal 18 Maret 2013.
Ikeda, Daisaku.  Buddhisme: falsafah Hidup. Alih Bahasa: Soedibyo.  Jakatra: PT Intermasa,  1988.
Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia. Buddha Dharma Mahayana. Penyusun: Suwarto.  T. Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia. 1995.
Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia. Sejarah dan Perkembangannya Agama Buddha Nichiren Syosyu.










[1]Mukti  Ali, Agama- Agama Dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press), h. 141.
[2] Daishonin adalah sebuah gelar kehormatan besar bagi kebijaksanaan dan kesucian. Ini tidak mengandung arti tambahan ‘’santun’’ yang kadang-kadang digunakan sebagai terjemahannya dalam buku Buddhisme: Falsafah Hidup, oleh Daisaku Ikeda. h. 7.
[3] Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, Buddha Dharma Mahayana, Penyusun: Suwarno T, (Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, 1995), h. 520.
[4] Daisaku Ikeda.  Buddhisme: falsafah Hidup. Alih Bahasa: Soedibyo.  Jakatra: PT Intermasa,  1988. h. 61.
[5]Ibid. 
[6] Majelis Agama Mahayama Indonesia, h.522.
[7] Daisaku Ikeda.  Buddhisme: falsafah Hidup. Alih Bahasa: Soedibyo.  Jakatra: PT Intermasa,  1988.
[8] Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia. Sejarah dan Perkembangannya Agama Buddha Nicirren Syosyu di Indonesia.
[9] http://www.nichiren-shoshu-indonesia.org/about.php. Di unggah pada tanggal 18 Maret 2013
              [10] Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia.  Sejarah dan Perkembangannya Agama Buddha Nicirren Syosyu di Indonesia.
              [11] Dikutip dari buku: Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia. Sejarah dan Perkembangannya Agama Buddha Nicirren Syosyu di Indonesia.

              [12] Dikutip dari buku: Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia. Sejarah dan Perkembangannya Agama Buddha Nicirren Syosyu di Indonesia.

[13] Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia. Sejarah dan Perkembangannya Agama Buddha Nicirren Syosyu di Indonesia.
[14] Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia. Sejarah dan Perkembangannya Agama Buddha Nicirren Syosyu di Indonesia.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia. Sejarah dan Perkembangannya Agama Buddha Nicirren Syosyu di Indonesia.
[18] http://groups.yahoo.com/group/pmvbs-baa/message/626. Diunggah pada tanggal 18 maret 2013