Rabu, 05 Juni 2013

ALIRAN TANTRAYANA, MANTRAYAN, DAN VAJRAYANA


 Oleh :
Ida zubaedah  (1111032100032)

Pendahuluan
Tantrayana, Mantrayana dan Vajrayana adalah sebuah sub sekte dari pada Mahayana, boleh dibilang Tantrayana adalah aspek esoteric dari Buddhism, (Vajrayana).
Berasal dari kosa kata Sanskrit "Vajra" yang berarti berlian dalam aspek kekuatannya, atau halilintar dalam aspek kedahsyatan dan kecepatannya, serta dari kata "yana" yang berarti wahana/kereta. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Wang Shifu dengan lugas di atas, Vajrayana merupakan Jalan Intan. Kata "Tantra" sendiri berarti "Tenun" dalam bahasa Sansekerta, merujuk kepada prakteknya yang bertahap namun pasti, seperti tenun itu ibaratnya. Adapun tujuan akhir dari pada Vajrayana, ialah : Mencapai kesempurnaan dalam pencerahan dengan tubuh fisik kita saat ini di kehidupan ini juga tanpa harus menunggu hingga kalpa-kalpa yang tak terhitung .
Ajaran-ajaran Buddha Sakyamuni dirangkum ke dalam Vinayana Abhidarma Sutra dan Tantra. Tantra sendiri diturunkan salah satunya kepada Bhiksu Arya Kashyapa murid sang Buddha yang terkenal dengan latiahn-latihan kerasnya.
1.      Tantrayana
Fase ketiga dari perkembangan Agama Budha ialah Tantrayana (fase pertama ialah Hinayana, dan fase kedua ialah Mayana), dan merupakan fase yang paling penting Agama Budha di India. Fase ini mulai sekitar tahun 500 M. Dan berakhir sampai tahun 1.000 M. Yang paling menarik dalam fase ini adalah cosmical-soteriological (yang berhubungan dengan keselamatan). [1] sifat dasar dominan dari Tantrayana adalah occultism (kegaiban). Penekanan utama adalah penyesuan yang harmonis dengan cosmos dan pencapaian penerangan dengan mantra atau metode gaib. Bahasanya adalah kebanyakan Sansekerta atau Apabhramsa.
Aliran Tantra Buddhist disebut juga Esoterik ( = Guhya Upadesa ) yang berarti secara rahasia, tersembunyi dan mistik, sedangkan aliran Buddhist lainnya disebut Exoterik ( = Vyakta Upadesa ) yang berarti sesuatu yang terbuka atau terlihat. Bagi aliran Exoterik pelajarannya didasarkan pada Tripitaka dan untuk mencapai ke-Buddha-an adalah secara berangsur-angsur dan bertingkat. Bagi aliran Esoterik pencapaian ke-Buddha-an hanya dalam sekejap, melakukan upacara atau ritual (Vidhi ) merupakan peranan yang penting. Adalah tidak mudah untuk dapat mengerti ajaran Tantra Buddist dikarenakan begitu rumit dan kompleks dalam perkembangannya. Oleh karenanya, seorang guru yang ahli harus ada untuk membimbing calon siswa tersebut. Dikatakan bahwa setelah mengerti ajaran Exoterik dengan cukup barulah dapat mengerti ajaran Esoterik secara baik.[2]
Emapat tingkatan Tantra;
1)      Kriya Tantra; bersifat keupacaraan dan bakti, keyakinan atau saddha lebih menonjol dibandingkan prajna.
2)      Caryatantra; keyakinan dan Prajna seimbang.
3)      Yogatantra; proses kontemplatif dan analitik lebih berkembang serta serta tumbuhnya perasaan kesamaan.
4)      Anutarayigantantra; penyadaran mistik akan kenyataan bahwa nirvana dan samsara itu identik, yang memuncak dalam rasa kesamaan mutlak.
Secara umum Tantrayana dapat juga dikatakan bagian dari Mahayana, karena ada beberapa inti filsafat Mahayana yang diterangkan secara Esoterik dan penuh simbolis, seperti : Sunyata, Bodhicitta, Tatha, Vijnana.
Sebagai suatu ajaran mistik atau gaib, kemunculan tantra tidak dapat dipisahkan dari perkembangan agama Buddha Mahayana. Munculnya Tantra sebagai suatu sistem metafisika Buddhist bersama waktunya dengan perkembangan berbagai sistem filsafat agama Buddha Mahayana, terutama dengan sistem Madya maka dan Yogacara, dan interaksi antara mereka. Aspek rasional bathin tidak dapat lagi dipercaya untuk membawa ke penerangan (Bodhi), karena landasan pemikiran rasional itu sendiri, dunia empiris, terbukti bersifat khayal. Sistem Yogacara yang menekankan pada pengalaman keagamaan penerangan yang disimpulkan sebagai Trikaya (Tiga Tubuh Buddha) serta pentingnya kesadaran (Vijanana) sebagai dasar dari gerakan ke arah penerangan, secara wajar meletakkan nilai lebih tinggi pada pengalaman mistik dari pada pengetahuan empiris.[3]
Istilah Tantra secara etimologis berarti ‘menenun’ atau “alat tenun”, adalah istilah yang dipergunakan untuk mengacu pada praktek-praktek esoterik (rahasia; tersembunyi) yang bertujuan membangkitkan sifat-sifat ke-Tuhan-an dalam diri seseorang guna mencapai kesempurnaan, disamping juga untuk mengacu pada kitab-kitab suci atau sutra-sutra yang menguraikan ajaran-ajaran atau doktrin yang demikian.[4] Singkatnya istilah tantrayan dapat dipergunakan untuk menunjukan sistem keagamaan, atau sutra yang tergolong pada sistem ini.
a.       Kitab Astasahasrika-Prajnaparamita-Sutra; kitab yang tertua dari kumpulan Prajnaparamita-Sutra, menyatakan bahwa Prajna-Paramita-Naya Dharani, yang berasal dari selatan ( Daksinapata ) akan menyebar ke arah Timur untuk selanjutnya berkembang ke Utara ( Uttarapatha ).
b.      Kitab Sekoddesa-Tika karya Naropa, sebuah otorita di dalam kalacaka Tantra, menyatakan bahwa Mantrayana telah dibabarkan oleh Hyang Buddha di Sri-Dhanyakataka.
c.       Tradisi-tradisi Buddist yang terdapat didalam literatur bahasa Sansekerta, Mandarin, dan Tibet, semuanya menyebutkan bahwa Nagarjuna, sesepuh Mahayana, yang mengambil ilmu esoterik dan kumpulan kitab Prajnaparamita-Sutra dari kerajaan Naga, adalah berasal dari India Selatan. Semua otoritas di atas selanjutnya setuju bahwa Sri Parwata merupakan pusat kegiatan-kegiatan orang suci tersebut.
d.      Manjusrimulakalpa, sebuah kitab tentang upacara Mantrayana, telah diketahui diketemukan dari munalikkan Matham dekat Padmanabhuram di India Selatan.
Tantra membawakan peranan penting dalam sejarah Mahayana, karena ia membangkitkansuatu penekanan baru pada metode intuisi dan Esoterik bersama dengan perkembangan konsepsi ke-Tuhan-an dan tata upacara. Di dalam satu atau lain cara Tantra menyentuhhampir setiap sekte Agama Buddha Mahayana yang berikutnya, menjadi inspirasi dalam perkembangan tata peribadatan dan seni Buddist. Jika kita ingin mencari dasar logis mengenai sejarah asal mula Tantra Buddist, maka yang paling bijaksana adalah memulainya dengan tradisi mantra, bagian integral ( kelengkapan ) dari keyakinan Tantra. Adalah suatu kenyataan bahwa Tantra terdapat dalam Agama Buddha dan Agama Hindu.
Tampaknya terdapat berbagai tahapan dalam pengembangan bentuk mantra. Pertama sebuah sutra panjang diringkas menjadi beberapa bait kalimat yang disebut hrdaya ( ikhtisar ). Selanjutnya hrdaya diringkas menjadi dharani yang hanya terdiri dari satu atau dua baris kalimat, yang gilirannya diringkaskan lebih lanjut menjadi bentuk mantra yang hanya terdiri dari atas beberapa suku kata. Akhirnya mantra tersebut disingkat kembali menjadi bija-mantra ( benih mantra ), yang hanya terdiri dari satu suku kata tunggal.[5]
Konsep mantra pada pokoknya didasarkan atas keyakinan akan kegunaan suara (sabda, nada ) sebagai suatu sumber kekuatan atau sebagai kekuatan itu sendiri, yang memiliki pengaruh kuat terhadap organisme manusia dean alam semesta. Ini berarti pengakuan akan adanya hubungan misteri tertentu antara evolusi kosmik dan suara. Suara dipersamakan dengan kekuatan dibelakang kosmos. Manusia dipandang sebagai miniatur alam semesta. Alam semesta adalah makrokosmos dan manusia adalah mikrokosma. Kekuatan pembawaan didalam keduanya adalah sama. Kekuatan-kekuatan yang sama itu menguasai bagian-bagian yang berhubungan dengan  dua pola. Jika kekuatan ini dipersamakan dengan suara, yakni aksara dan suku kata yang merupakan simbol-simbol kekuatan ini, dan jika kekuatan ini dipahami didalam bentuk sifat-sifat ke-Tuhan-an, maka mudahlah untuk menetapkan mantra tertentu pada sifat ke-Tuhan-an tersebut.[6] Tugas seorang Saddhaka ( siswa baru ) adalah menerima kaidah-kaidah ini dan mempraktekannya, terutama mantra-mantra, untuk menghayati identitasnya dengan sifat-sifat ke-tuhan-an tersebut ini adalah penghayatan diri yang harus di perjuangkan oleh seorang Saddhaka sejati. Mantra berfungsi sebagai pembantu untuk penghayatan terhadap tujuan teragung ini. [7]
Mantra bukanlah bahasa sebagaimana yang telah kita pahami, karena ia tidak membawakan arti sesuai dengan pemakaian bahasa yang wajar. Mantra adalah sumber kekuatan kosmik yang dipahami sebagai suara. Siapa pun dan apa pun adanya keadaan tertinggi itu, mantra mewakili energi agung tersebut, ‘kekuatan kesadaran seseorang, kekuatan kosmik, dan kekuatan mantra adalah sama’.
Kekuatan mantra didalam penghayatan akan kesatuan antara kosmos dan seseorang adalah suatu proses psiko-fisik di mana mantra berfungsi sebagai pembantu. ‘tanpa konsentrasi mendalam dan meditasi, mantra tidak memiliki kekuatan’. Mantra bukan bersifat magis belaka. Mantra adalah ajaran pembudidayaan diri, pengembangan mental ( bhavana ), suatu cara untuk merealisasikan pribadi agung ( adhyatma ). Mantra membantu seseorang saddhaka membebaskan pikirannya dari hal-hal duniawi, yang dengan demikian mencapai obyek pemujaannya dan merasakan satu dengannya. Singkatnya; mantra adalah efektif didalam membawa kepada pencerahan atau penerangan bathin jika dipergunakan secara tepat.[8] Karena itu, perkembangan ilmu mantra di dalam agama Buddha Mahayana bukanlah suatu tanda “kemerosotan” melainkan merupakan akibat wajar dari pertumbuhan spiritual, dalam mana setiap perkembangannya menghasilkan bentuk ungkapan sendiri yang dibutuhkan.
Sekte Sarvastivada memiliki kumpulan mantra yang mereka sebut Mantra-Pitaka. Begitu juga, aliran Mahasanghika memiliki kumpulan mantra khusus demikian yang mereka sebut Dharani-pitaka atau Vidyadhara-pitaka.
Penggunaan judul dharani pada rumusan ke-mantra-an ini membuat pentingnya mereka sebagai sarana meditasi menjadi lebih jelas, istilah dharani yang berasala dari akar kata ‘dhr’ ( mempertahankan ), secara harfiah berarti ‘apa yang melaluinnya suatu hal dipertahankan’ dan kerap kali mengacu pada ‘penyimpangan dalam ingatan’. Menurut kitab Yogacarabhumi-Shastra, dharani dipergunakan untuk tujuan-tujuan berikut ini :
a)      Berhubungan dengan Dharma : membantu mengingat sabda-sabda yang terdapat didalam sutra-sutra.
b)      Berhubungan dengan arti : membantu agar tidak melupakkan arti sabda-sabda tersebut.
c)      Berhubungan dengan tujuan magis : membantu membangkitkan kekuatan-kekuatan magis melalui kekuatan meditasi untuk menolong makhluk-makhluk dari kesengsaraan.
d)     Berhubungan sebagai pembantu mencapai pencerahan atau penerangan : mengenai hakekat sebenarnya segala sesuatu.[9]
Demikianlah, dharani telah menempati suatu kedudukan penting didalam sejarah agama Buddha Mahayana. Di antara sutra-sutra Mahayana dini yang didalamnya mengandung Dharani dapatlah kita sebutkan misalnya; Samdhiraja-Sutra, Sanhinirmocana-Sutra, Suvarnaprabhasa-Sutra, Saddharmapundarika-Sutra, Lankavatara-Sutra, dan sebagainya.[10]
Disamping mudra, dharani, dan mantra, ciri-ciri Tantra Buddist yang tidak dapat ditinggalkan di dalam praktek adalah Mandala yang berarti gambar-gambar indah yang mempunyai arti mistik atau sebuah lingkaran seperti diagram psikosmos yang didalamnya intisari kitab Tantra digambarkan dengan aksara-aksara atau simbul-simbul visual. Gambar-gambar itu atau mandala itu adalah : Maha-Mandala, Samaya-Mandala, Dharma-Mandala, dan Karma-Mandala. Sekte-sekte yang utama dari Tantrayana adalah : Mantrayana, Vajrayana, sahajayana, Kalacakrayana.[11]
2.      Mantrayana
Mantrayana dimulia pada abad ke-4 dan mendapat momentumnya setelah abad ke-5. Apa yang telah dilakukannya telah memperkaya Buddism dengan perlengkapan tradisi gaib. Mempergunakannya untuk tujuan kemudahan pencarian bagi pencerahan atau penerangan. Di dalam, cara ini, banyak ‘mantra, mudra, mandala, dan dewa, ke-Tuhan-an, secara tidak sistematis diperkenalkan kedalam Buddhism, ini adalah setelah tahun 750, diikuti oleh suatu sistematis yang dinamakan Vajrayana, yang menyerasikan semua ajaran sebelumnya dengan satu kelompok mengenai Panca-Tathagata ( Panca Dhayani Buddha ). Dalam kurun waktu itu, arah dan system yang lebih lanjut membuat penampilan mereka. Perlu dicatat bahwa diantara mereka adalah Sahajayana, yang mana seperti sekte Ch’an ( Zen ) di Tiongko, lebih menekankan kepada latihan meditasi dan pengolahan intuisi, diajarkan secara berbelit-belit, paradoksikal ( perlawanan asas ) dan kesan konkrit, dan menghindari nasib dari kembali kedalam suatu persektean sama sekali mengenai tidak ada ajaran yang ditegaskan secara kaku. Menuju pada akhir periode ini, dalam abad ke-10, kita mempunyai Kalacakrayan ( Roda ‘waktu’, yang ditandai oleh tingkat penyatuan aliran ) dan oleh penekanannya pada astrology.[12]
Gerakan baru ini timbul di India bagian Selatan dan Barat laut. Non-Indian mempengaruhi, dari China, Asia Tengah, dan perbatasan sekitar India, memainkan suatu bagian penting dalam pembentukannya. Juga banyak menyerap ide dari suku bangsa pribumi India sendiri. Tantra berusaha untuk memberikan suatu kehormatan, walaupun sub-ordinasi, peranan bagi semua semangat, bidadari atau peri, cerita, setan atau iblis, jin, raksasa, dan hantu yang telah sering membayangi imajinasi yang populer, dan latihan gaib yang begitu berharga pada semua fondasi yang lebih solid di dalam masyarakat. tetapi sejauh yang elite dikaitkan, terdapat suatu perbedaan yang penting bahwa non-Buddhist menggunakan gaib untuk memperoleh kekuatan, sedangkan Buddhist melakukannya untuk membebaskan mereka sendiri dari kekuatan luar dan pada keadaan sebenarnya milik mereka sendiri.
3.      Vajrayana
Ledakan kreatif dari Tantra permulaan menuju suatu asumsi yang kompleks tentang kosmos dan kekuatan spiritual dan itu adalah Vajrayana yang mementukan tata cara mengenai banyak sekali tradisi yang luas dalam taraf permulaan yang telah berkembang. Dia mengambil 5 bentuk bagian mengenai semua kekuatan kosmik, tiap kelas ada dalam suatu pengertian yang dipimpin oleh salah satu dari Panca-Tathagata. Nama-nama dari Panca-Tathagata ( Panca Dhani Buddha ) ialah Vairocana, Ratna-Sambhava, Amitabha, dan Amoghasiddhi. [13]
Dalam Wajrayana, terdapat banyak sekali metoda dalam berlatih. Memang banyak sekali praktisi Wajrayana yang memiliki kemampuan luar biasa, namun hal ini bukanlah sesuatu yang mistik. Hal ini sebenarnya merupakan hasil samping dari latihan yang dilakukan, dan hal ini harus diabaikan. Seperti kata sang Buddha, yang dapat menyelamatkan kita pada saat kematian adalah Dharma, bukanlah kesaktian yang kita miliki. Sering kemampuan yang didapat ini menjadi penghalang dalam mencapai tujuan utama kita, yaitu mencapai pencerahan. Hasil samping berupa kemampuan (siddhi) ini sering akan meningkatkan kesombongan (ke-aku-an) kita, yang sebenarnya justru harus kita hilangkan, dan bukan merupakan sesuatu yang harus dibanggakan. Namun sayang sekali, banyak orang yang berpandangan salah, mereka mengagungkan kemampuan gaib yang dimiliki oleh seseorang, dan mengabaikan Dharma yang mulia. Hal ini dapat terjadi karena adanya kebodohan / ketidak tahuan (Moha) yang dimiliki.
Praktek Vajrayana tidak terlepas dari penjapaan mantra, maka sering juga dikenal dengan istilah ajaran mantra rahasia.
Ajaran Wajrayana sering juga disebut dengan Praktek Rahasia, atau Kendaraan Rahasia. Hal ini menggambarkan bahwa ketika seorang praktisi semakin merahasiakan latihannya, maka ia akan semakin mendapatkan kemajuan pencapaian dan berkah dari latihan yang ia lakukan. Semakin ia menceritakan tentang latihannya, maka semakin sedikit berkah yang akan ia peroleh.[14]
Sang Buddha sering berpesan kepada murid-muridNya, bahwa mereka tidak boleh memperlihatkan kemampuan (siddhi) mereka, tanpa suatu tujuan yang mulia. Demikian pula, Para praktisi tinggi Wajrayana tidak pernah menunjukkan kemampuan mereka hanya demi ego, demi ketenaran, demi kebanggaan, ataupun demi materi. Para praktisi tinggi ini biasanya menunjukkan kemampuan pada murid-murid dekat, ataupun pada orang tertentu yang memiliki hubungan karma dengannya, demi Dharma yang mulia, misalnya untuk menghapus selubung kebodohan, ketidak tahuan, kekotoran batin, ataupun karena kurangnya devosi dalam diri murid tersebut.[15]
Mazhab Tantrayana yang berkembang di Tibet sekarang ini pada umumnya adalah Vajrayana, mengenai Vajrayana di Tibet, Guru Rinpoche Padma Sambhava memberikan instruksi yang mencakup enam cara untuk mencapai pembebasan melalui proses pemakaian yang melibatkan Panca Skandha. Ke enam cara tersebut:[16]
1)      Pembebasan melalui proses pemakaian
2)      Pembebasan melalui proses pendengaran
3)        Pembebasan melalui proses ingatan
4)        Pembebasan melalui proses penglihatan
5)       Pembebasan melalui proses Pengecapan
6)        Pembebasan melalui proses sentuhan.

Vajrayana memandang alam kosmos (alam semesta) dalam kaitan ajaran untuk mencapai pembebasan. Apabila di Mahayana terdapat konsepsi Trikaya (tiga tubuh Buddha), maka didalam Vajrayana, Buddha bermanifestasi dan berada dimana-mana. Oleh karenanya, Buddha adalah wadah atau badan kosmik yang memiliki enam elemen, yakni : tanah, air, api, angin, angkasa dan kesadaran. Dalam rangkaian yang tersusun sebagai sistim, Vajrayana selain memiliki pandangan filosofis di atas, juga memiliki puja bakti ritual maupun sistim meditasi khusus yang disebut Sadhana yaitu meditasi dengan cara memvisualisasikan dengan mata batin, menyatukan mudra, dharani (mantra) dan mandala.
   Ritual dan Praktek

a.      Tantrayana

Jalan Tantra berusaha untuk mengubah nafsu manusia dasar keinginan dan kemalasan dalam pertumbuhan rohani dan pembangunan. Jadi, bukannya menyangkal primal seksual dan sensual mendesak seperti dalam agama Buddha tradisional, praktek Tantra menerima ini mendesak kehidupan sebagai suci energi kekuatan, yang dimurnikan dan berubah menjadi kekuatan sehat dan sehat menghubungkan individu dengan kesadaran spiritual yang lebih tinggi. Untuk menjadi sukses dengan kerja Tantra, seseorang harus memiliki keterampilan dalam kontrol diri dan penerimaan diri dan orang lain.
Tindakan atau perbuatan itu ada 3 macam, yakni: tubuh, vokal, dan mental. Pikiran atau perbuatan mental, darimana pikiran yang dikonsentrasikan ialah keserbaragaman yang paling manjur, menentukan ucapan dan tindakan yang mempengaruhi pikiran. Perbuatan sakral dari Tantra bertujuan menghasilkan suatu transformasi mengenai kesadaran dengan usaha dari (secara spiritual) suara dan gerakan yang sangat mempunyai arti secara spiritual.
Dengan suara yang sangat mempunyai arti secara spiritual dengan berbagai ‘dharani atau mantra’ yang disebabkan oleh akibat yang sangat besar pengulangan yang konstan ada pada pikiran, menduduki di dalam Buddism Tantra suatu posisi yang sangat penting. Gerakan yang sangat mempunyai arti itu secara spiritual mencakup semuanya yang diperbuat oleh sebagian tubuh, seperti mudra yang dilakukan oleh tangan, dan yang diperbuat mengenai sembah dan tari. Karena ritual dan perbuatan sakral dapat dibentuk hanya dengan tubuh. Tantra jauh dari menurunkan tubuh menyambutnya sebagai kapal keselamatan dan memujanya dengan suatu ekstent yang tidak terdengar dari dalam setiap bentuk lain Buddism. Lebih dari itu, tidak hanya bagian tubuh dari alam semesta material, tapi banyak obyek material dikerjakan untuk tujuan sakramen; karena itu Tantra menganggap dunia itu juga bukan sebagai suatu rintangan tapi sebagai suatu bantuan Penerangan, memuliakannya sebagai gambar hidup dari keselamatan dan wahyu dari Yang Absolut. Sebagai ganti mengorbankan dunia itu seseorang harus hidup di dalamnya, di dalam suatu jalan seperti itu bahwa kehidupan dunia sendirinya diubah ke dalam kehidupan transendental.
Menurut pandangan Tantra, menanamkan tubuh itu dengan kesucian adalah kemungkinan dari tindakan manusia pada pikiran bukan hanya oleh gerakan anggota tubuh tapi dengan memainkan pernafasan dan air mani, semuanya dihubungkan secara intim bahwa dengan mengendalikan setiap salah satu dari semua itu dan sisanya yang dua itu dikendalikan secara otomatis. Lagi, dihubungkan tidak sebanyak dengan perumusan filsafat yang luas daripada dengan notulen yang mendetail mengenai latihan spiritual, aspek-aspek tertentu yang terlalu kompleks, sulit, dan sedikit untuk disetujui dengan tulisan. Tantra tentu saja sangat menegaskan perlunya menerima inisiasi atau upacara dan petunjuk dari sorang guru spiritual yang ahli.[12]

b.      Mantrayana
Pokok-pokok ajaran Mantrayana dapat ditemui pada karya karya padma-dkarpo dari Tibet. Menurut beliau, tujuan dari Mantrayana adalah sama seperti apa yang dituju oleh aliran-aliran lainnya dalam agama Buddha, yakni kemanunggalan manusia dengan penerangan sempurna atau kesempurnaan secara spiritual.
Langkah pertama untuk mencapai tujuan tersebut menurut konsepsi Mantrayana adalah mengambil perlindungan serta mempersiapkan diri dengan berpedoman pada Bodhicitta, yang berarti fondasi dari segala macam kebaikan, sumber dari segala usaha kebahagiaan dan sumber dari kesucian. Bodhicitta biasanya terbagi menjadi dua bagian, yakni :
                                                              i.      Bodhi pranidhi citta : Tingkat persiapan untuk pencapaian kebuddhaan.
                                                            ii.      Bodhi prasthana citta :Tingkat pelaksanaan sesungguhnya dalam usaha menuju cita-cita.
Bodhicitta adalah sebagai suatu sarana bagi setiap umat Buddha untuk mencapai tujuannya. Perlindungan tersebut meliputi perlindungan pada Sang Triratna. Dalam hal ini, Mantrayana memandang Sang Triratna bukanlah hanya sekedar pengertian harfiah, melainkan sebagai kekuatan spiritual yang disimbolkan oleh Triratna tersebut.
Sikap perlindungan yang demikian itu mempunyai kaitan yang sangat erat dengan keteguhan hati. Keteguhan hati ini berfungsi untuk menguak tabir rahasia untuk mencapai penerangan sempurna. Dan selanjutnya akan menumbuhkan perubahan sikap, membawa si siswa untuk mulai melihat keadaan sesungguhnya tentang 'diri' dan alam sekitarnya.
Tahapan selanjutnya yang harus dilaksanakan adalah memperkuat dan memajukan sikap baru yang diperoleh dari meditasi dengan membaca mantra berulang-ulang. Mantra adalah kata dalam bahasa sanskerta yang berarti pesona. Mantra adalah satu suku kata yang berfungsi sebagai 'suatu pelindung pikiran' yang mengandung kekuatan magis dan melambangkan Triratna (Buddha-Dharma-Sangha) ataupun makhluk-makhluk agung lainnya. Mantra juga merupakan formula untuk memelihara agar pikiran tetap terkonsentrasi, tidak melayang-layang tak menentu.
Langkah berikutnya adalah mempersembahkan suatu Mandala (gambar-gambar indah yang mengandung arti filosofis) sebagai sarana untuk menyempurnakan pengetahuan pengetahuan yang telah dicapainya. Setiap langkah dalam mempersiapkan Mandala ini haruslah selalu berhubungan dengan Sad Paramita (enam perbuatan yang luhur) maupun Catur Paramita (Brahma Vihara=empat keadaan batin yang luhur).

Catur Paramita atau Brahma Vihara (empat keadaan batin yang luhur) terdiri dari :
                                                              i.      Metta: Cinta kasih universal.
                                                            ii.      Karuna: Welas asih, kasih sayang, belas kasihan universal.
                                                          iii.      Mudita: Rasa simpati universal, rasa bahagia atas kebahagiaan makhluk lain.
                                                          iv.      Upekha: Keseimbangan batin yang tak tergoyahkan.


c.       Vajrayana

Dalam Wajrayana, terdapat banyak sekali metoda dalam berlatih. Memang banyak sekali praktisi Wajrayana yang memiliki kemampuan luar biasa, namun hal ini bukanlah sesuatu yang mistik. Hal ini sebenarnya merupakan hasil samping dari latihan yang dilakukan, dan hal ini harus diabaikan. Seperti kata sang Buddha, yang dapat menyelamatkan kita pada saat kematian adalah Dharma, bukanlah kesaktian yang kita miliki. Sering kemampuan yang didapat ini menjadi penghalang dalam mencapai tujuan utama kita, yaitu mencapai pencerahan. Hasil samping berupa kemampuan (siddhi) ini sering akan meningkatkan kesombongan (ke-aku-an) kita, yang sebenarnya justru harus kita hilangkan, dan bukan merupakan sesuatu yang harus dibanggakan. Namun sayang sekali, banyak orang yang berpandangan salah, mereka mengagungkan kemampuan gaib yang dimiliki oleh seseorang, dan mengabaikan Dharma yang mulia. Hal ini dapat terjadi karena adanya kebodohan / ketidak tahuan (Moha) yang dimiliki.
Praktek Vajrayana tidak terlepas dari penjapaan mantra, maka sering juga dikenal dengan istilah ajaran mantra rahasia.
Ajaran Wajrayana sering juga disebut dengan Praktek Rahasia, atau Kendaraan Rahasia. Hal ini menggambarkan bahwa ketika seorang praktisi semakin merahasiakan latihannya, maka ia akan semakin mendapatkan kemajuan pencapaian dan berkah dari latihan yang ia lakukan. Semakin ia menceritakan tentang latihannya, maka semakin sedikit berkah yang akan ia peroleh.
Sang Buddha sering berpesan kepada murid-muridNya, bahwa mereka tidak boleh memperlihatkan kemampuan (siddhi) mereka, tanpa suatu tujuan yang mulia. Demikian pula, Para praktisi tinggi Wajrayana tidak pernah menunjukkan kemampuan mereka hanya demi ego, demi ketenaran, demi kebanggaan, ataupun demi materi. Para praktisi tinggi ini biasanya menunjukkan kemampuan pada murid-murid dekat, ataupun pada orang tertentu yang memiliki hubungan karma dengannya, demi Dharma yang mulia, misalnya untuk menghapus selubung kebodohan, ketidak tahuan, kekotoran batin, ataupun karena kurangnya devosi dalam diri murid tersebut.
Mazhab Tantrayana yang berkembang di Tibet sekarang ini pada umumnya adalah Vajrayana, mengenai Vajrayana di Tibet, Guru Rinpoche Padma Sambhava memberikan instruksi yang mencakup enam cara untuk mencapai pembebasan melalui proses pemakaian yang melibatkan Panca Skandha. Ke enam cara tersebut:[13]
1)        Pembebasan melalui proses pemakaian
2)        Pembebasan melalui proses pendengaran
3)       Pembebasan melalui proses ingatan
4)       Pembebasan melalui proses penglihatan
5)        Pembebasan melalui proses Pengecapan
6)        Pembebasan melalui proses sentuhan.

Panca Skandha adalah suatu konsep dalam agama Buddha yang menyatakan bahwa manusia adalah merupakan kombinasi dari kekuatan atau energi fisik dan mental yang selalu dalam keadaan bergerak dan berubah, yang disebut lima kelompok kegemaran, terdiri atas:

a.       Rupaskandha/Rupakkhanda (kegemaran kepada bentuk)
b.      Vedanaskandha/Vedanakkandha (kegemaran kepada perasaan)
c.       Samjnaskhandha/Sannakkhandha (kegemaran kepada pencerapan)
d.      Samskaraskhandha/Sankharakkhandha(kegemaran kepada bentuk-bentuk pikiran)
e.       Vijnanaskhandha/Vinnanakkhandha (kegemaran kepada kesadaran).

Vajrayana memandang alam kosmos (alam semesta) dalam kaitan ajaran untuk mencapai pembebasan. Apabila di Mahayana terdapat konsepsi Trikaya (tiga tubuh Buddha), maka didalam Vajrayana, Buddha bermanifestasi dan berada dimana-mana. Oleh karenanya, Buddha adalah wadah atau badan kosmik yang memiliki enam elemen, yakni : tanah, air, api, angin, angkasa dan kesadaran. Dalam rangkaian yang tersusun sebagai sistim, Vajrayana selain memiliki pandangan filosofis di atas, juga memiliki puja bakti ritual maupun sistim meditasi khusus yang disebut Sadhana yaitu meditasi dengan cara memvisualisasikan dengan mata batin, menyatukan mudra, dharani (mantra) dan mandala.

Kesimpulan.
Mazhab Vajrayana dikenal luas oleh dunia Barat sebagi aliran esoterik (ajaran rahasia, tersembunyi, mistik). Sedangkan mazhab-mazhab lainnya dalam agama Buddha disebut eksoterik (sesuatu yang kelihatan). Menurut umat Buddha mazhab Vajrayana ini, sesungguhnya Sang/Hyang Buddha membabarkan Dharma selama-lamanya. Akan tetapi bagi umat awan tidak dapat mendengar dan mengerti dengan baik. Sehingga tanpa Adhisthana (perantara dan bimbingan), sukarlah bagi umat awan untuk mengerti badan, perkataan dan pikiran Hyang/Sang Buddha. Perantara tersebut bukanlah berasal dari sipelaku itu sendiri, akan tetapi berasal dari bimbingan dan Kekuatan Buddha.
Vajrayana atau Tantra juga dikenal sebagai aliran mistis. Kemistisannya itu nampak dalam praktek meditasi Tantra dalam empat hal yang tidak dapat ditinggalkan yaitu; mudra, dharani, mantra, dan mandala. Mantra merupakan kalimat pendek yang merupakan ringkasan dari dharani. Mantra juga merupakan sumber kekuatan-kekuatan itu sendiri yang mempengaruhi manusia dan alam dengan kuat. Matra itu bukan magi tetapi suatu pembudayaan diri, pengembangan mental (bhavana), tranformasi kesadaran, membantu manusia bebas dari keduaniawian dan bersatu dengan objek pemujaan. Sedangkan, sebuah lingkaran seperti diagram psikosmos yang didalamnya intisari kitab tantra digambarkan dengan aksara-aksara atau simbol-simbol visual.













DAFTAR PUSTAKA
Suwarto. T. Buddha Dharma Mahayana. Majelis Buddha Mahayana Indonesia. Jakarta: 1995
Honig, J.R. Ilmu Agama. BPK Gunung Mulia. Jakarta: 1997
 http://www.indoforum.org/t96087/#ixzz1pAJ4Xz6S
http.vajrayana.wikipedia.com
Ali, Mukti. Agama-agama di Dinuia. IAIN Sunan Kali Jaga Press. Yogyakarta:1988



[1] Suwarto T, Budha Darma Mahayana, ( Jakarta : Majelis Agama Buddha Mahayan Indonesia, 1995 )hlm. 119
[2] Suwarto T, Budha Darma Mahayana, ( Jakarta : Majelis Agama Buddha Mahayan Indonesia, 1995 )hlm. 120
[3] Suwarto T, Budha Darma Mahayana, ( Jakarta : Majelis Agama Buddha Mahayan Indonesia, 1995 )hlm. 120
[4] Antin, menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, ( Jakarta : Golden Terayon Press, 1986 )
[5] Suwarto T, Budha Darma Mahayana, ( Jakarta : Majelis Agama Buddha Mahayan Indonesia, 1995 )hlm. 122
[6] M. Ikhsan, tanggok, Agama Buddha, ( Jakarta : lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009 )
[7] Suwarto T, Budha Darma Mahayana, ( Jakarta : Majelis Agama Buddha Mahayan Indonesia, 1995 )hlm. 122

[8] Mukti ali, Agama-agama di dunia, ( Yogyakarta : IAIN Sunan Kali Jaga Press, 1988)
[9] Suwarto T, Budha Darma Mahayana, ( Jakarta : Majelis Agama Buddha Mahayan Indonesia, 1995 )hlm. 123

[10] Suwarto T, Budha Darma Mahayana, ( Jakarta : Majelis Agama Buddha Mahayan Indonesia, 1995 )hlm. 124

[11] Honig, Ilmu Agama, ( Jakarta : PT BPK Gunung Mulia, 2009)
[12] Suwarto T, Budha Darma Mahayana, ( Jakarta : Majelis Agama Buddha Mahayan Indonesia, 1995 )hlm. 124
[13] Harun, Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, ( Jakarta : Gunung Mulia, 2010), Cet. Ke-17
[14] Suwarto T, Budha Darma Mahayana, ( Jakarta : Majelis Agama Buddha Mahayan Indonesia, 1995 )hlm. 129
[15] http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_057.shtml

[12] Ibid hal.440
[13]http://www.walubi.or.id/wacana/wacana_057.shtml


Tidak ada komentar:

Posting Komentar