Selasa, 04 Juni 2013

Meditasi dalam Buddhisme


Oleh :
Mila Kamilah  (1111032100051)

I.                   Pendahuluan
Dalam agama Buddha kata meditasi dipergunakan sebagai sinonim dari semadi (samadhi) dan pengembangan batin (bhavana). Tradisi meditasi sudah dikenal pada zaman sebelum Buddha Gotama. Buddha sendiri menyatakan bahwa ia mendapat pelajaran dari dua orang brahmana yang terkenal yaitu Alara Kalama dan Uddaka Ramaputta, dan Gotama dapat menguasai semua teknik yoga hingga berhasil mencapai konsentrasi tingkat tertinggi menyamai sang guru. Semadi benar didefinisikan sebagai pikiran yang baik, yaitu kesadaran (citta) dan corak batin (cetasika) yang baik, terpusat dengan mapan pada satu objek.
Semadi memiliki karakteristik (lakkhana) pikiran yang tidak kacau, tidak terganggu, memiliki fungsi (rasa) mengatasi kekacauan, menyebabkan tercapainya ketenangan. Manifestasinya (paccupatthana) tidak bergelombang. Sebab yang terdekat menimbulkan (padatthana) pemusatan pikiran adalah kebahagiaan. “Dengan merasa bahagia, pikirannya menjadi terpusat” (D. I,73). Namun, pikiran yang baik (suci) lebih baik daripada terpusat, karena walaupun terpusat (penuh konsentrasi), pikiran yang buruk menghasilkan semadi yang salah.
II.                Pengertian Meditasi
Kata “meditasi” berasal dari bahasa Latin, meditatio, artinya hal bertafakur, hal merenungkan, memikirkan, mempertimbangkan atau latihan, pelajaran persiapan. Dalam Kamus Teologi meditasi adalah do’a batin, merenungkan Kitab Suci atau tema-tema rohani yang lain, bertujuan mencapai kesatuan dengan Allah dan memperoleh pemahaman atas kehendak Illahi. Sebagai suatu bentuk doa bagi pemula, latihan meditasi langkah demi langkah akan membawa orang kepada tingkatan kontemplasi yang lebih tinggi dan sederhana.[1]
Menurut KBBI, meditasi artinya pemusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu. Meditasi mengandung pengertian yang sama dengan tafakur. Bertafakur adalah menimbang-nimbang dengan sungguh-sungguh, memikirkan, merenung atau mengheningkan cipta. Semua istilah tersebut sering disebut sering dinamakan semadi. Bersemadi adalah memusatkan pikiran (meniadakan segala hasrat jasmaniah).[2] Bersemadi juga sama dengan bertapa. Bertapa adalah mengasingkan diri dari keramaian orang-orang (dunia) dengan menahan hawa nafsu untuk mencari ketenangan batin.
Dalam buku Meditasi I, meditasi adalah membiasakan diri agar senantiasa mempunyai sikap yang positif, realistis, dan konstruktif.  Dengan bermeditasi kita akan dapat membangun kebiasaan baik dari pikiran kita. Meditasi dilakukan dengan pikiran, dengan meditasi kita akan dapat mengalihkan pandangan kita sedemikian rupa sehingga kita menjadi lebih berwelas asih, cinta kasih, dan kita mengerti tentang hakikat dari kenyataan hidup ini.[3]
Meditasi juga dapat membersihkan dari rintangan-rintangan batin (nivarana) yang berupa keserakahan (lobha), kemarahan, dendam, ngantuk, kelambanan/kemalasan, kegelisahan dan keragu-raguan dalam praktek meditasi. Orang yang terikat oleh salah satu nivarana batinnya akan gelap, semua ini dikarenakan oleh sifat-sifat tidak baik yang dicengkram nivarana. Jika batin belum mencapai ketenangan pertama, maka batin ini masih merupakan budak  nivarana.
Lima ciri ketenangan pertama (pathama jhana):
1.      Vitaka :saat merenungkan dan berusaha memegang objek.
2.      Vicara  : dapat memegang objek dengan kuat.
3.      Piti       : kegiuran yang amat dalam sewaktu meditasi
4.      Sukha : kebahagiaan yang sulit digambarkan sewaktu meditasi
5.      Ekaggatarama : batin terpusat, pikiran tidak lari kemana-mana, dan bersatu dalam objek.
Tujuan meditasi
Sebelum kita membahas tentang pembagian meditasi, kita juga perlu mengetahui tujuan dari meditasi itu sendiri. Karena dengan adanya tujuan, kita dapat mengetahui kenapa orang-orang budha sering melakukan praktek meditasi.
Tujuan terakhir meditasi adalah sama dengan tujuan akhir dari Buddha Dharma, yaitu untuk mencapai Nirwana, dan menghapuskan, dan diluar bentuk-bentuk pengalaman manusia biasa. Oleh karena itu mereka tidak banyak membicarakan tentang Nirwana sebelum mendapat kemajuan untuk mencapainya sendiri, sebagai suatu jalan yang langsung diluar pemikiran logika dan rasa pencerapan. Akan tetapi dalam agama Buddha lebih banyak mengarahkan pelajarannya pada dua macam yang lebih penting, langsung, nyata, dan dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan pengalaman. Pertama adalah pemeliharaan serta bertambahnya dan berkembangnya perasaan-perasaan yang positif dan mulia, seperti: cinta kasih, kasih sayang, kesucian batin, keseimbangan, dan perasaan simpati pada orang lain. Dan yang kedua adalah melenyapkan kelobaan, kebencian, kegelapan batin, kesombongan, nafsu-nafsu, dan semua perasaan negatif (buruk).
Lenyapnya seluruh penderitaan adalah tujuan pertama dari meditasi, maka pencapaian perasaan yang positif adalah tujuan yang kedua, dan tujuan yang ketiga adalah pemusatan pikiran (konsentrasi) dan pandangan terang, serta kebebasan atau tidak terikat. Konsentrasi (pemusatan pikiran) adalah kemampuan untuk memegang pemusatan perhatian dengan kuat pada suatu objek tertentu dalam masa waktu yang diperpanjang[4].
Persiapan dalam meditasi
Dalam melakukan meditasi harus ada persiapan terlebih dahulu. Usaha yang pertama dalam latihan meditasi adalah menenangkan pikiran, memperbesar kebebasan dan mempertinggi ketelitian.dengan keadaan pikiran yang bebas dan objektif, serta diikuti oleh pandangan terang, barulah dapat dengan siap sedia menghadapi dan melenyapkan perasaan-perasaan yang negatif. Menurut mereka, terkait dengan kehidupan yang serba modern sekarang ini banyak mengandung segi-segi yang dapat merintangi dalam latihan dan kemajuan meditasi, yaitu:
·         Rintangan yang berbentuk kejiwaan,
·         Materi,
·         Keadaan sosial.
Cara atau teknik dari meditasi
Di dalam delapan jalan utama no.7 disebutkan tentang: Perhatian yang benar, yang dinamai juga Empat Dasar Kesadaran (Sattipatthana). Keempat bagian dari Empat Dasar Kesadaran itu adalah:
®    Kesadaran terhadap jasmani, kesadaran ini terbagi menjadi 6 bagian:
§  Kesadaran terhadap pernafasan
§  Kesadaran terhadapsikap badan
§  Kesadaran terhadap gerakan badan
§  Kesadaran terhadap proses yang mengerikan
§  Kesadaran terhadap unsur-unsur materi
§  Kesadaran terhadap kekotoran badan
®    Kesadaran terhadap perasaan  
®    Kesadaran terhadap pikiran
®    Kesadaran terhadap bentuk-bentuk pikiran[5]
Dalam ajaran Buddha, kesadaran sejati merupakan dasar dari hidup yang baik yang tidak boleh ditinggalkan dimanapun, dan kapanpun oleh setiap orang. Hal ini merupakan syarat pokok bagi semua, bukan hanya pengikut Sang Buddha, akan tetapi untuk mereka juga yang ingin berusaha mengatur dan mengendalikan (menguasai) pikirannya yang sangat sulit dikendalikan juga bagi mereka yang sungguh-sungguh ingin memperkembangkan kecakapannya yang masih terpendam sehingga dapat mencapai kebahagiaan yang besar.
Teknik untuk meditasi bervariasi antara sekolah yang berbeda pemikiran - misalnya, ada ratusan metode tradisional untuk mencapai kesadaran (keadaan pikiran di mana Anda sangat menyadari saat ini dan jauh dari pikiran Anda sendiri) dan ada ribuan jiwa visualisasi yang digunakan dalam meditasi. Berbagai bentuk meditasi yang dirancang untuk mengembangkan karakteristik yang diinginkan berbeda: konsentrasi, cinta kasih, belas kasih, kebijaksanaan, kebebasan dan sebagainya. Banyak teknik yang umum namun, seperti fokus pada pernapasan sebagai sarana untuk mencapai ketenangan dan kesadaran. Metode ini, dikenal sebagai anapanasati telah direkomendasikan sebagai metode dengan sendirinya untuk mencapai nirwana.
Teknik ini biasanya melibatkan duduk dengan nyaman, punggung lurus dan tanpa kesulitan bernapas. meditator bernafas normal, mengamati napas mereka dan hanya menjadi sadar dari mereka. Tidak ada usaha dibuat untuk mengatur, hanya untuk mengamati dan menjadi sadar akan tubuh dan fungsinya. Sementara itu meditator terlatih untuk fokus pada menghilangkan pikiran. Untuk seorang meditator terlatih, pikiran terus menerus akan mematahkan ketenangan meditasi, tapi dengan latihan, ketenangan mental yang benar dapat dicapai. Sementara ini menyederhanakan, tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan pikiran dan menjernihkan pikiran melalui serangkaian tahapan untuk mencapai nirwana.[6]
Meditasi dalam Buddha ada dua macam, pertama meditasi yang disebut Samatha-Bhavana yaitu meditasi untuk mencapai ketenangan hidup. Meditasi yang kedua adalah meditasi Vipassana-Bhavana, yaitu meditasi yang dapat membersihkan kekotoran batin dan pikiran secara total, sehingga kita dapat mencapai pandangan terang. Penulis akan menjelaskan lebih rinci di sub dibawah ini.
III.             Meditasi untuk mencapai ketenangan batin
Meditasi pengembangan ketenangan (samatha bhavana) menghasilkan pencapaian jhana-jhana dan kekuatan batin, namun tidak dapat menghilangkan kotoran batin secara menyeluruh. Samatha bhavana artinya pengembangan ketenangan bathin, atau dengan sebutan lain yaitu samatha –kammatthana artinya ketenangan batin sebagai tujuan dari meditasi/samadhi dengan memilih salah satu dari 40 objek dan diantaranya yang terbaik bagi mereka yang pertama kali melatih Samatha Bhavana ialah memakai objek Metta.[7]
Samatha Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai ketenangan. Dalam Samatha Bhavana, batin terutama pikiran terpusat dan tertuju pada suatu obyek. Jadi pikiran tidak berhamburan ke segala penjuru, pikiran tidak berkeliaran kesana kemari, pikiran tidak melamun dan mengembara tanpa tujuan.
Dengan melaksanakan Samatha Bhavana, rintangan-rintangan batin tidak dapat dilenyapkan secara menyeluruh. Jadi kekotoran batin hanya dapat diendapkan, seperti batu besar yang menekan rumput hingga tertidur di tanah. Dengan demikian,Samatha Bhavana hanya dapat mencapai tingkat-tingkat konsentrasi yang disebut jhana-jhana, dan mencapai berbagai kekuatan batin.
Obyeknya
Obyek yang dipakai dalam Samatha Bhavana ada 40 macam. Obyek-obyek itu adalah sepuluh kasina, sepuluh asubha, sepuluh anussati, empat appamañña, satu aharapatikulasañña, satu catudhatuvavatthana, dan empat arupa. Sebaliknya, obyek yang dipakai dalam Vipassana Bhavana adalah nama dan rupa (batin dan materi), atau empat satipatthana.
Penghalangnya
Dalam melaksanakan Samatha Bhavana, pada umumnya orang yang bermeditasi sering mendapat gangguan atau halangan atau rintangan, yaitu lima nivarana dan sepuluh palibodha. Dalam melaksanakan Vipassana Bhavana, terdapat pula rintangan-rintangan yang dapat menghambat perkembangan pandangan terang, yang disebut sepuluh vipassanupakilesa.
Dalam Samatha Bhavana ada 40 macam obyek meditasi. Obyek-obyek meditasi ini dapat dipilih salah satu yang kiranya cocok dengan sifat atau pribadi seseorang. Pemilihan ini dimaksudkan untuk membantu mempercepat perkembangannya. Pemilihan sebaiknya dilakukan dengan bantuan seorang guru.
Keempat puluh macam obyek meditasi itu adalah :
a.Sepuluh kasina (sepuluh wujud benda), yaitu :
1.Pathavi kasina = wujud tanah
2.Apo kasina = wujud air
3. Teja kasina = wujud api
4. Vayo kasina = wujud udara atau angin
5. Nila kasina = wujud warna biru
6. Pita kasina = wujud warna kuning
7. Lohita kasina = wujud warna merah
8. Odata kasina = wujud warna putih
9. Aloka kasina = wujud cahaya
10.Akasa kasina = wujud ruangan terbatas
b. Sepuluh asubha (sepuluh wujud kekotoran), yaitu :
1. Uddhumataka = wujud mayat yang membengkak
2. Vinilaka = wujud mayat yang berwarna kebiru-biruan
3. Vipubbaka = wujud mayat yang bernanah
4. Vicchiddaka = wujud mayat yang terbelah di tengahnya
5. Vikkahayitaka = wujud mayat yang digerogoti binatang-binatang
6. Vikkhittaka = wujud mayat yang telah hancur lebur
7. Hatavikkhittaka = wujud mayat yang busuk dan hancur
8. Lohitaka = wujud mayat yang berlumuran darah
9. Puluvaka = wujud mayat yang dikerubungi belatung
10.Atthika = wujud tengkorak
c. Sepuluh anussati (sepuluh macam perenungan), yaitu :
1. Buddhanussati = perenungan terhadap Buddha
2. Dhammanussati = perenungan terhadap Dhamma
3. Sanghanussati = perenungan terhadap Sangha
4. Silanussati = perenungan terhadap sila
5. Caganussati = perenungan terhadap kebajikan
6. Devatanussati = perenungan terhadap makhluk-makhluk agung atau para dewa
7. Marananussati = perenungan terhadap kematian
8. Kayagatasati = perenungan terhadap badan jasmani
9. Anapanasati = perenungan terhadap pernapasan
10. Upasamanussati = perenungan terhadap Nibbana atau Nirwana
d. Empat appamañña (empat keadaan yang tidak terbatas), yaitu :
1. Metta = cinta kasih yang universal, tanpa pamrih
2. Karuna = belas kasihan
3. Mudita = perasaan simpati
4. Upekkha = keseimbangan batin
e. Satu aharapatikulasanna (satu perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)
f. Satu catudhatuvavatthana (satu analisa terhadap keempat unsur yang ada di dalam badan jasmani)
g. Empat arupa (empat perenungan tanpa materi), yaitu :
1. Kasinugaghatimakasapaññatti = obyek ruangan yang sudah keluar dari kasina
2. Akasanancayatana-citta = obyek kesadaran yang tanpa batas
3. Natthibhavapaññati = obyek kekosongan
4. Akincaññayatana-citta = obyek bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan
a. sepuluh kasina (sepuluh wujud benda)
Dalam kasina tanah, dapat dipakai kebun yang baru dicangkul atau segumpal tanah yang dibulatkan.dalam kasina air dapat dipakai sebuah telaga atau air yang ada dalam ember. Dalam kasina api, dapat diakai api yang menyala didepannya diletakkan seng yang berlubang. Dalam kasina angin dapat dipakai angin yang berhembus dari pohon-pohon atau di badan. Dalam kasina warna, dapat dipakai benda-benda yang berwarna. Dalam kasina cahaya, dapat dipakai cahaya matahari atau bulan yang memantul di dinding atau dilantai melalui cahaya matahari. Dan dalam kasina ruangan terbatas, dapat dipakai ruagan kosong yang mempunyai batas-batas di sekeliling.
b. Sepuluh asubha (sepuluh wujud kekotoran)
Dalam sepuluh asubha ini orang melihat atau membayangkan sesosok tubuh yang telah menjadi mayat diturunkan ke dalam lubang kuburan, membengkak, membiru, bernanah, terbelah ditengahya, dikoyak oleh burung gagak atau serigala, hancur dan membusuk, berlumuran darah, dikerubungi oleh lalat dan belatung, dan akhirnya menjadi tengkorak. Selanjutnya ia menarik kesimpulan terhadap badannya sendiri, “Badanku ini juga mempunyai sifat-sifat itu sebagai kodratnya, tidak dapaat dihindari.”
c. Sepuluh anussati (sepuluh macam perenungan)
Dalam Buddhanussati direnungkan 9 sifat Buddha, yaitu: Maha suci, telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan dan tingkah lakunya, sempurna menempuh jalan ke Nibbana, pengenal semua alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar, yang patut dimuliakan. Dan ditambah lagi dalam kayagatasi, yang merenungkan 32 bagian tubuh, dalam anapanasati merenungkan keluar masuknya nafas, dalam upasamanussati orang merenungkan Nibbana atau Nirwana yang terbebas dari kekotoran batin, hancurnya keinginan, putusnya lingkaran tumimbal lahir.
d. Empat appamanna (empat keadaan yang tidak terbatas)
Empat appamanna juga sering disebut dengan Brahma-Vihara (kediaman yang luhur). Dalam melakukan metta-bhavana seseorang harus mulai dari dirinya sendiri, karena tidak mungkin dapat memancarkan cinta kasih sejati bila ia membenci dan meremehkan dirinya sendiri.
e. Satu aharapatikulassana (satu perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)
Disini merenungkan bahwa makanan adalah barang yang menjijikkan bila telah berada di dalam perut, direnungkan bahwa apapun yang telah dimakan, diminum, dikunyah, semuanya akan berakhir sebagai kotoran.
f. Satu catudhatuvavatthana (satu analisa terhadap keempat unsur yang ada di dalam badan jasmani)
Disini direnungkan bahwa dalam badan jasmani terdapat empat unsur materi, yaitu:
1)      Pathavi-dhatu (unsur tanah atau unsur padat), ialah segala sesuatu yang bersifat keras dan padat. Seperti: bulu badan, kuku, gigi, dll.
2)      Apo-dhatu (unsur air atau cair)
3)      Tejo-dhatu (unsur api atau unsur panas)
4)      Vayo-dhatu (unsu angin atau unsur gerak)
 g. Empat arupa (empat perenungan tanpa materi)
Disini membahas mengenai perenungan dengan ruangan yang tidak terbatas dengan sambil membayangkan dan mengarahkan perhatiannya pada kekosongan atau kehampaan dan tidak ada apa-apanya dari kesadaran terhadap ruangan yang tanpa batas itu.[8]
IV.             Meditasi untuk mencapai pandangan terang
Meditasi pengembangan pandangan terang (vipassana-bhavana) merupakan jalan untuk menghilangkan semua kotoran batin, yang berpuncak pada Nirwana atau berakhirnya duka. Vipassana bhavana sebutan lainnya yaitu Vipassana-Kammatthana artinya pandangan terang sebagai tujuan dari meditas/samadhi, tanpa memakai objek apapun, melainkan hanya perhatiannya yang ditujukan kepada gerak-gerik jasmani dan rohani.
Sesungguhnya pikiran yang tenang bukanlah tujuan terakhir dari meditasi. Ketenangan pikiran hanyalah salah satu keadaan yang diperlukan untuk mengembangkan pandangan terang atau Vipassana Bhavana.
Vipassana Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai pandangan terang. Dengan melaksanakan Vipassana Bhavana, kekotoran-kekotoran batin dapat disadari dan kemudian dibasmi sampai keakar-akarnya, sehingga orang yang melakukan Vipassana Bhavana dapat melihat hidup dan kehidupan ini dengan sewajarnya, bahwa hidup ini dicengkeram oleh anicca (ketidak-kekalan), dukkha (derita), dan anatta (tanpa aku yang kekal). Dengan demikian, Vipassana Bhavana dapat menuju ke arah pembersihan batin, pembebasan sempurna, pencapaian Nibbana.
Sesungguhnya "dalam kitab suci telah ditulis bahwa hanya dengan pandangan terang inilah kita dapat menyucikan diri kita, dan tidak dengan jalan lain".
Dalam melaksanakan Vipassana Bhavana, obyeknya adalah nama dan rupa (batin dan materi), atau pancakhandha (lima kelompok faktor kehidupan). Ini dilakukan dengan memperhatikan gerak-gerik nama dan rupa terus menerus, sehingga dapat melihat dengan nyata bahwa nama dan rupa itu dicengkeram oleh anicca (ketidak-kekalan), dukkha (derita), dan anatta (tanpa aku).
Pancakkhandha (lima kelompok faktor kehidupan) terdiri atas :
rupa-khandha (kelompok jasmani), vedana-khandha (kelompok perasaan), sañña-khandha (kelompok pencerapan), sankhara-khandha (kelompok bentuk pikiran), dan viññana-khandha (kelompok kesadaran). Sesungguhnya, yang disebut pancakkhandha itu adalah makhluk.
Empat macam satipatthana (empat macam perenungan) terdiri atas :
kaya-nupassana (perenungan terhadap badan jasmani), vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan), citta-nupassana (perenungan terhadap pikiran), dan Dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran).
Empat macam satipatthana itu adalah pancakkhandha, atau nama dan rupa itu sendiri. Kaya nupassana adalah rupa-khandha. Vedana-nupassana adalah vedana-khandha. Citta-nupassana adalah Viññana-khandha. Dhamma-nupassana adalah pancakkhandha.
Sesungguhnya, yang akan berkembang dalam latihan Vipassana itu ialah perhatian yang tajam dan kesadaran yang kuat. Kaya-nupassana (perenungan terhadap badan jasmani). Salah satu contoh yang paling populer dan praktis tentang meditasi dengan obyek badan jasmani ialah anapanasati (menyadari keluar dan masuknya napas). Dalam anapanasati ini, tidak ada tekanan atau paksaan pada pernapasan. Panjang atau pendeknya pernapasan harus disadari, tetapi tidak dibuat-buat atau sengaja diatur. Jadi, bernapas secara biasa dan wajar.
Walaupun menurut kebiasaan , kesadaran terhadap pernapasan itu pada tingkat permulaan dianggap sebagai obyek untuk meditasi ketenangan (Samatha Bhavana), yaitu untuk mengembangkan jhana-jhana, ia juga sangat berguna untuk mengembangkan Pandangan Terang (Vipassana Bhavana). Dalam pernapasan, yang dipakai sebagai suatu obyek perhatian murni, naik turunnya gelombang kehidupan yang tidak kekal, yang timbul tenggelam ini, dapat disadari dengan mudah.
Cara meditasi lain yang penting, praktis, dan berguna ialah sadar dan waspada terhadap segala sesuatu yang dilakukan, ketika berjalan, berdiri, duduk, atau berbaring, sewaktu membungkukkan dan melencangkan badan, sewaktu melihat ke muka dan ke belakang, ketika berpakaian, makan, dan minum, ketika buang kotoran dan kencing, ketika berbicara atau berdiam diri.
Di sini tidak dijalankan penyiksaan badan jasmani dengan maksud untuk mengendalikan badan. Tetapi dipergunakan jalan tengah yang sederhana, dengan menyadari timbul dan tenggelamnya bentuk kehidupan setiap saat.
2. Vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan).
Di sini direnungkan perasaan yang sedang dialami secara obyektif, baik perasaan senang, perasaan tidak senang, maupun perasaan yang acuh tak acuh. Direnungkan keadaan perasaan yang sebenarnya, bagaimana ia timbul, berlangsung, dan kemudian lenyap kembali.
Perasaan harus dikendalikan oleh akal dan kebijaksanaan, agar perasaan itu tidak membangkitkan bermacam-macam bentuk emosi. Apabila perasaan telah dapat diatasi dengan tepat, maka batin menjadi bebas, tidak terikat oleh apapun di dalam dunia ini.
3. Citta-nupassana (perenungan terhadap pikiran).
Di sini direnungkan segala gerak-gerik pikiran. Apabila pikiran sedang dihinggapi hawa nafsu atau terbebas daripadanya, maka hal itu harus disadari. Pikiran harus diarahkan pada kenyataan hidup pada saat ini. Masalah-masalah yang telah lewat atau hal-hal yang akan datang tidak boleh dipikirkan pada saat ini. Betapa banyak tenaga yang terbuang dengan percuma karena melamunkan keadaan-keadaan yang telah lalu dan mengkhayalkan keadaan yang akan datang. Jadi, keadaan pikiran yang sebenarnya harus diamat-amati, agar batin menjadi bebas dan tidak terikat.
                  4. Dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran).
Di sini direnungkan bentuk-bentuk pikiran dengan sewajarnya, direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima macam rintangan (nivarana), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima kelompok faktor kehidupan (pancakkhandha), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari enam landasan indriya dalam dan luar (dua belas ayatana), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari tujuh faktor Penerangan Agung (Satta Bojjhanga), dan direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani).
Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima macam rintangan (nivarana) ialah bahwa apabila di dalam diri orang yang bermeditasi timbul nafsu keinginan, kemauan jahat, kemalasan dan kelelahan, kegelisahan dan kekhawatiran, atau keragu-raguan, maka hal itu harus disadari. Demikian pula apabila nivarana itu tidak ada di dalam dirinya, maka hal itu pun harus disadari. Ia tahu bagaimana bentuk-bentuk pikiran itu datang dan timbul. Ia tahu bagaimana sekali timbul, bentuk-bentuk pikiran itu ditaklukkan. Ia tahu bahwa sekali ditaklukkan, bentuk-bentuk pikiran itu tidak akan timbul lagi kemudian.
Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima kelompok faktor kehidupan (pancakkhandha) ialah dengan menyadari bahwa inilah bentuk jasmani, inilah perasaan, inilah pencerapan, inilah bentuk pikiran, inilah kesadaran. Ia tahu bagaimana caranya timbul dan bagaimana caranya lenyap.
Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari enam landasan indriya dalam dan luar (dua bleas ayatana) ialah dengan menyadari bahwa inilah mata dan obyek bentuk, inilah telinga dan obyek suara, inilah hidung dan obyek bau, inilah lidah dan obyek kecapan, inilah badan dan obyek sentuhan, inilah pikiran dan obyek pikiran. Ia tahu akan belenggu-belenggu yang timbul dalam hubungan dengan semua itu. Ia tahu bagaimana cara menaklukkan belenggu-belenggu itu. Ia tahu bagaimana caranya supaya belenggu yang telah dibuang itu tidak timbul lagi kemudian.
Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari tujuh faktor Penerangan Agung (Satta Bojjhanga) ialah apabila di dalam diri orang yang bermeditasi timbul kesadaran (sati), penyelidikan Dhamma yang mendalam (Dhamma-Vicaya), tenaga (viriya), kegiuran (piti), ketenangan (passadhi), pemusatan pikiran (samadhi), atau keseimbangan (upekkha), maka hal itu harus disadari. Ia tahu bilamana keadaan-keadaan ini tidak ada di dalam dirinya. Ia tahu bagaimana cara timbulnya, dan bagaimana cara mengembangkannya dengan sempurna.
Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani) ialah dengan menyadari berdasarkan kesunyataan bahwa inilah penderitaan, inilah asal mula dari penderitaan, inilah pemadaman dari penderitaan, inilah jalan menuju pemadaman dari penderitaan. Ia merenungkan masalah-masalah yang timbul dan hancur dari bentuk-bentuk pikiran. Akhirnya, ia hidup bebas tanpa ikatan dalam dunia ini.
 Sepuluh macam Vipassanupakilesa
Vipassanupakilesa berarti kekotoran batin atau rintangan yang menghambat perkembangan Pandangan Terang, di dalam melaksanakan Vipassana Bhavana.
Vipassanupakilesa ini ada sepuluh macam, yaitu :
1. Obhasa, ialah sinar-sinar yang gemerlapan, yang bentuk dan keadaannya bermacam-macam, yang kadang-kadang merupakan pemandangan yang menyenangkan.
2. Piti, ialah kegiuran, yang merupakan perasaan yang nyaman dan nikmat. Piti ini ada lima macam menurut keadaannya, yaitu :
a. Khudaka Piti, ialah kegiuran yang kecil, yang suasananya seperti bulu badan yang terangkat atau merinding.
b. Khanika Piti, ialah kegiuran yang sepintas lalu menggerakkan badan.
c. Okkantika Piti, ialah kegiuran yang menyeluruh, yang suasananya meriang di seluruh badan, seperti ombak laut memecah di pantai.
d. Ubbonga Piti, ialah kegiuran yang mengangkat, yang suasananya seolah-olah mengangkat badan naik ke udara.
e. Pharana Piti, ialah kegiuran yang menyerap seluruh badan, yang suasananya seluruh badan seperti terserap oleh perasaan yang menakjubkan.
3. Passadi, ialah ketenangan batin, yang seolah-olah orang telah mencapai penerangan sejati.
4. Sukha, ialah perasaan yang berbahagia, yang seolah-olah orang telah bebas dari penderitaan.
5. Saddha, ialah keyakinan yang kuat dan harapan agar setiap orang juga seperti dirinya.
6. Paggaha, ialah usaha yang terlalu giat, yang lebih daripada semestinya.
7. Upatthana, ialah ingatan yang tajam, yang sering timbul dan mengganggu perkembangan kesadaran, karena tidak memperhatikan saat yang sekarang ini.
8. Ñana, ialah pengetahuan yang sering timbul dan mengganggu jalannya praktek meditasi.
9. Upekkha, ialah keseimbangan batin, dimana pikiran tidak mau bergerak untuk menyadari proses-proses yang timbul
10.Nikanti, ialah perasaan puas terhadap obyek-obyek.
Sepuluh macam vipassanupakilesa ini biasanya timbul dalam perkembangan Sammasana-Ñana, yaitu ñana yang ketiga.[9]
Kesimpulan
Meditasi (bhavana) berarti pengembangan batin. Meditasi ada dua macam, pertama yaitu Samatha Bavhana yang tujuannya untuk mencapai ketenangan batin, yang kedua adalah Vipassana Bhavana yang bertujuan untuk mencapai pandangan terang. Orang yang bermeditasi sering mendapat gangguan atau rintangan yang berupa sepuluh palibodha, lima nivarana, dan sepuluh vipassanupakilesa. Oleh karena itu perlu banyak kesabaran, semangat, dan tekad kuat dalam melakukan meditasi. Tujuan terakhir meditasi adalah sama dengan tujuan akhir dari Buddha Dharma, yaitu untuk mencapai Nirwana, dan menghapuskan, dan diluar bentuk-bentuk pengalaman manusia biasa.

DAFTAR PUSTAKA
Mukti Krishnanda Wijaya. Wacana Buddha-Dharma.Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan, 2003
Meditasi I.Jakarta: Vajra Dharma Nusantara,2004,
Kebahagiaan dalam Dhamma. Jakarta: Majelis Budhayana Indonesia,1980
Meditasi II.Jakarta: Vajra Dharma Nusantara,2004


[1] Krishnanda Wijaya-Mukti. Wacana Buddha-Dharma.(Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan, 2003), h.212
[2] Ibid.
[3] Meditasi I.(Jakarta: Vajra Dharma Nusantara,2004), bag.prawacana
[4] Meditasi II.(Jakarta: Vajra Dharma Nusantara,2004), h.141
[5] Ibid, hal.157
[7] Kebahagiaan dalam Dhamma. (Jakarta: Majelis Budhayana Indonesia,1980), h.28
[8] Meditasi II.(Jakarta: Vajra Dharma Nusantara,2004) hal.85-92
[9] Ibid, h.109

Tidak ada komentar:

Posting Komentar