Oleh
:
Nurjaman
(1111032100056)
A.
Pendahuluan
Pada
pertemuan yang lalu kita telah membahas agama Buddha yang ada di Jepang. Dimana
ketika memasuki abad ke-13 M. beberapa aliran baru muncul di jepang, sejalan
dengan perselisihan dan perebutan kekuasaan di antara para penguasa, atau sejak
pada tahun 624 timbullah mazhab/aliran-aliran yang bermacam-macam di Jepang.
Aliran–aliran baru tersebut anatara lain
aliran Cha’an yang di Jepang disebut
dengan Aliran Zen, aliran Amida (Tanah Suci), dan Nichiren Syosyu.[1]
Nichiren
Syosyu adalah salah satu sekte dalam agama Buddha yang ada di Jepang yang mengakui Nichiren Daishonin[2]
sebagai pendirinya dan Nikko Syonin
sebagai pewaris hukumnya.
B. Nichiren Syosyu di
Jepang
Nichiren
Syosyu lahir di Jepang oleh pendirinya Nichiren Daishonin (1222-1282), yang asal mulanya dari sekte Tendai (Jep).
(T’ien-t’ai).[3] Ia
dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1222 di sebuah desa nelayan kominato di
Tokyo, Propinsi Awa, derah Chiba. Ayahnya bernama Mikuni No Toyo dan ibunya bernama Umegiku-Nyo. Nama kanak-kanaknya adalah Zen Nichi Maro. Pada usia 12 tahun ia memasuki suatu kuil dari
sekte T’ien-T’ai bernama Seicho-Ji, dimana ia mempelajari baik
ajaran-ajaran Buddhisme maupun pendidikan umum, dibawah pendeta Dozen-bo.
Pada
waktu itu, kekuasaan politik di Jepang telah bergesar dari kaum ningrat istana
kekaisaran di Kyoto kepada golongan Samurai yang mendirikan suatu pemerintah
militer, atau keshogunan, di kota Kamakura, di pantai Pasifik jauh dari Kyoto,
tempat kedudukan tradisional dan kuno dari kaisar.[4]
Di
kancah Internasional, gerombolan-gerombolan mongol mengamuk dan bergerak,
seperti badai besar ke arah India, tempat Buddhisme secara praktis telah
dilenyapkan dari kehidupan agama rakyat.[5]
Adapun
ajaran-ajaran dari Nichiren Daisonin:[6]
a.
Nam-myoho-renge-kyo,
b. Gohonzon,
c.
Teori ‘kaida’
Selain
ajaran tersebut Nichiren Daisonin juga meramalkan, jika yang berwajib tetap
mengingkari hukum yang benar, dua bencana besar akan menimpa jepang.
Diantaranya:[7]
1. Penyerbuan orang asing
2. Perang
saudara yang meluas
C.
Nichiren Syosyu Indonesia
setelah
kurang lebih 700 tahun agama Buddha Nichiren Syosyu berkembang di Jepang,
mulailah tersebar luas keseluruh dunia, termasuk ke Indonesia. Agama Buddha Nichiren Syosyu masuk ke Republik Indonesia sekitar tahun 1950.[8]
Berkembang
mula-mula di Jakarta. Sejak kepemimpinan Senosoenoto, agama Buddha Niciren
Syosyu berkembang luas hingga ke desa-desa. Hingga tahun 2005 ini umatnya telah
tersebar di berbagai pelosok Indonesia.[9] Pada
tahun 1960-an mulai dibentuk pertemuan-pertemuan diskusi untuk mempelajari
agama Buddha Nichiren Syosyu. Keadaan ini terus berlangsung sehingga
terbentuklah Yayasan Buddhis Nichiren Syosyu Indonesia pada tahun 1969 yang
berkedudukan di jalan Padang 27, Jakarta Selatan.
Pada
awalnya perjuangan agama Buddha Nichiren Syosyu belum terarah dan banyak menimbulkan kesalah pahaman. Tetapi
setelah peralihan puncak pimpinan yang langsung ditangani oleh Bapak
Senosoenoto (kini sebagai ketua Umun Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu
Indonesia). Pada tahun 1980 perjuanggan untuk menyebarkan agama Buddha Nichiren
Syosyu telah terprogram dengan uraian sebagai berikut:[10]
-
Masa
perkenalan (1963 - 1972)
Tahun 1965 sampai dengan tahun 1972,
merupakan masa perkenalan agama Buddha Nichiren Syosyu di indonesia. Dengan
lahirnya orde baru, semua agama yang resmi diakui oleh pemerintah. Bagi agama
Buddha Nichiren Syosyu Indonesia era ini digunakan untuk mengatur dan menyusun
organisasi dengan ketentuan Hukum yang berlaku di negara Republik Indonesia.
Sehingga terlahirlah “Yayasan Buddhis Nichiren Syosyu Indonesia tertanggal 22
September 1970 No. 76”, yang telah dipertegas
dalam anggaran dasarnya, khususnya perihal maksud dan tujuan yang
sejalan dengan cita-cita bangsa indonesia dalam pembangunan nasional yang
tertuang dalam GBHN berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Tujuh tahun dalam masa ini merupakan
perjuangan yang berat dalam membangun suatu himpunan yang kuat berdasarkan
prinsip-prinsip Ajaran Sang Buddha secara murni dan tetap. Tantangan yang
terbesar pada masa ini adalah terjadinya perbadaan pendapat dikalang pimpinan
sekitar tahun 1971 – 1972. Namun berkat maitri
karuna (welas asih) dan kekuatan gohonzon, krisis besar itu dapat diatasi,
sehingga pada tahun itu juga sejumlah 39 anggota Nichiren Syosyu Indonesia
berziarah ke kuil Pusat Ghohondo pad tanggal 1972, yang merupakan bukti
berhasilnya menatasi krisis tersebut dan berakhirnya masa perkenalan ini.[11]
-
Masa
pembuktian Identitas (1972 - 1979)
Pada masa ini berarti bahwa agama Buddha
Nichiren Syosyu Indonesia harus dapat menunjukan identitasnya sebagai berikut:
a. Agama Buddha Nichiren Syosyu adalah
bukan agama jepang dan betul-betul Agama Buddha dari mazhab Mahayana berdasarkan
Tripitaka dan berkepribadian Nasional.
b. Agama Buddha Nichiren Syosyu bukan agama
yang eksklusif untuk orang-orang atau tertentu saja, tetapi adalah agama untuk
lapisan masyarakat berdasarkan prinsip "Icien Bodai Soyo” (Gohonzon yang dianugrahkan untuk seluruh umat
manusia).
Pada masa pembuktian Identitas inilah
Nichiren Syosyu Indonesia mulai aktif dengan gerakan-gerakan masyarakat dan
berpartisipasi dalam Majelis-Majelis Agama Buddha yang mulai dengan ikut
sertanya Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia di dalam Musyawarah
Intern Umat Beragama Buddha di Lawang-Jawa Timur, tanggal 12-14 Maret 1976.
Disusul dengan peringatan Hari Kartini di Gedung Basket Lokasari pada tanggal
21 April 1967. Dalam usaha penghayatan kebudayan bangsa, maka selama tahun 1977
secara bergelombang diselenggarakan “Malam Kekeluargaan Daerah” yang sepenuhnya
ditanggung oleh masing-masing daerah di Gedung RRI. Pada tahun ini pula,
tepatnya pada tanggal 13 Agustus 1977, ketua Umum Majelis Agama Buddha Nichiren
Syosyu Indonesia (MABNSI), Bapak Senosoenoto dipilih menjadi Sekretaris Jendral
Majelis Agama Agama Budha Indonesia (MBI).
Dalam rangka perayaan Hari Suci Waisak, maka untuk pertama kalinya
MABNSI menyelenggarakan Malam Kekeluargaan yang pada kesempatan itu pula
dihadir oleh Bapak Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Gde Pudja, MA, SH, yang
berkenan pula memberikan sambutan.
Sebagai langkah awal, pada tanggal 12-13
November 1977. MABI mengadakan Persamuan Agung Pertama di Vihara Sadaparibhuta
1 Megamendung (Pusat penataran Nichiren Syosyu Indonesia). Disusul dengan
langkah berikutnya, maka pada tanggal 12 Mei 1978, MABI telah menerima Bapak
Mentri Agama RI. H. Alamansyah Ratu Perwiranegara yang merupakan Mentri Kabinet
Pembangunan 3. Adapun maksud dan tujuannya adalah dalam rangka tatap muka
sekaligus pengenalan diri dihadapan para pemuka Agama Buddha. Pada saat itu
pula merupakan hari resminya penggunaan vihara Sadaparibhuta I sebagai tempat
bagi penataran-penataran baik mengenai Agama Buddha maupun maksud lain.
Agama Nichiren Syosyu memiliki prinsip
yang dinamakan “esyo Funi” yang berarti, bahwa antara subjek (manusia)
dan lingkungan sama sekali tak terpisahkan atau pada hakekatnya bukan dua. Maka
di dalam pelaksanannya sehari-hari penggunaan bahasa di dalam setiap
pertemuan-pertemuan hanya memakai satu bahasa yakni bahasa Indonesia. Prinsip
ini dalam prakteknya sehari-hari mengajarkan kita untuk mencintai tanah air dimana
kita dilahirkan, oleh karenanya upaya penghayatan nilai-nilai budaya bangsa
sekaligus pelestariannya merupakan kegiatan-kegiatan yang tak kunjung padam
kita laksanakan. Para ibu mempelajari kesenian-kesenian Nasional maupun
tradisional yang di ikuti oleh putra-putrinya. Para remaja aktif dalam
kepramukaan dan pecinta alam, bahkan mengadakan seminar Pancasila guna menggali
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya agar dapat ditemukan nilai-nilai apa
yang sesuai dengan ajaran agama Buddha. Kesimpulannya, Pancasila senafas dengan
agama Buddha.
Puncak keberhasilan dari Masa Pembuktian
Identitas adalah bahwa semua Majelis-Majelis Agama Buddha secara rukun dan
penuh kekeluargaan mengadakan Musyawarah Intern Umat Beragama Buddha di Vihara
sadaparibhuta 1 Megamendung dari tanggal 14 – 16 Desember 1979. Dengan
berakhirnya musyawarah ini maka terbentanglah sebuah era baru yaitu masa
penentuan dasar-dasar pelaksanan ajaran Agama Buddha Nichiren Syosyu untuk
kemakmuran dan kebahagian rakyat Indonesia.[12]
-
Masa
Pembentukan Pondasi (1980 – 1987)
Masa ini adalah masa terberat bagi
Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia, karena pada masa ini fokus
perjuangan ditunjukan untuk mencari dan membangun jalur-jalur penyebarluasan
Agama Buddha Nichiren Syosyu indonesia. Oleh karenanya generasi muda sebagai
penerus bangsa mempunyai peranan panting pada masa ini. Pada tahun 1981 – 1982
telah ditetapkan sebagai “Tahun Kepemudaan” sesuai denagn kebijaksanaan yang
telah diputuskan.
Pada masa ini juga terlaksana beberapa
kegiatan. Diantaranya:
a. Kegiatan kemasyarakatan. Yakni gerakan donor
darah dan gerakan kebersihan yang dilakukan di berbagai tempat seperti
Semarang, Purwodadi, Solo, Surabaya, Medan, Palembang, Pontianak dan
sebagainya.
b. Kegiatan dalam bidang kesenian. Seperti Malam
Kekeluargaan ASEAN di Balai Sidang Senayan, Jakarta tanggal 7 Juni 1980. Malam
Kekeluargaan Intern Nichiren Syosyu Indonesia yang dilaksanakan sebagai Gladi
Resik (28 februari 1981) menuju pada hari perayaan hari Tri Suci Waisak 2525 di Istora Senayan
pada tanggal 1 Maret 1981. Pada kesempatan ini 10.000 anggota Nichiren Syosyu
Indonesia bersatu padu mensukseskan Malam Kekeluargaan tersebut.
c. Turut membantu dalam memecahkan
masalah-masalah nasional sekaligus mensukseskan program-program pemerintah seperti
seminar-seminar dan penataran-penataran yang antara lain adalah: seminar
teknologi video dan dampaknya dalam pembangunan bangsa, Seminar TVRI dan
partisipasi masyarakat, Seminar KB dan kependudukan, Seminar keserasian sosial,
Penataran P4 bagi para pimpinan/pemuka umat Buddha, Penataran P4 tingkat
nasional bagi organisasi-organisasi masyarakat di gedung BP-7 Pusat.
d. Bagian pemuda juga mengadakan
kegiatan-kegiatan seperti pengelolaan perpustakan, ceramah dari tokoh-tokoh
masyarakat dan penelitian-penelitian atau widya wisata ke desa-desa untuk dapat
merasakan kehidupn rakyat dan menyadari pentingnya potensi mereka dalam
pembangunan nasional ini.
Sesuatu yang perlu dicatat dalam masa
ini adalah terbinanya hubungan kerja sama sesama penganut di luar negeri yang
semakin mantap. Dari sinilah tampaknya bahwa hubungan antara sesama organisasi
penganut agama Buddha Nichiren Syosyu dilandasi oleh ikatan persaudaran
berdasarkan prinsip “berdiri sama tinggi duduk sama rendah”.
D. Kompleks Vihara Sadaparibhuta
Kata
‘’sadaparibhuta’’ diambil dari nama
seorang tokoh Boddhisatva yang merupakan judul dari Bab XX Saddharma Pundarika
Sutra yang berarti ‘’selalu tidak meremehkan’’ ( Sada= selalu, A= tidak, Paribhuta= meremehkan).[13]
Boddhisatva ini selalu menghormati orang lain meskipun dicerca dan dianiyaya.
Kompleks
Vihara Sadaparibhuta ini terletak di antara bukit-bukit indah di desa
Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Di atas tanah seluas 8
hektar itu terdapatsebuah tempat peristirahatan, sebuah rumah Joglo asal Jawa
Tengah, bukit perkemahaan dan vihara Sadarparibhuta I, II, dan III.[14]
Pada
mulanya ditanah ini hanya terdapat sebuah tempat peristirahatan keluarga
Senoseonoto. Sekitar tahun 1971 sampai tahun 1974, beberapa pimpinan sering
diundang untuk berdialog bersama tentang hukum-hukum Agama Buddha serta
pelaksanaannya ( Nichiren Syosyu Indonesia belum berkembang seperti dewasa
ini). Baru pada tahun 1975 anggota Nichiren Syosyu Indonesia bertambah dengan
pesat.[15]
Dari sini mulai diadakan berbagai latihan untuk kaum remaja, yang pada akhir
tahun 1975 diadakan perkemahan untuk bagian pelajar SMP, SMA yang pesertanya
hanya 21 orang saja. Kemudian diikuti dengan berbagai latihan untuk remaja pada
tahun berikutnya, yaitu tahun1976 dan tahun 1977 yang sampai dihadiri 200
orang.
Jumlah
peserta dalam latihan tersebut semakin lama semakin banyak, maka pada bulan
Februari 1977 timbullah ide untuk membangun sebuah vihara yang dapat menampung
sekitar 250 orang.
Awal
tahun 1978 bertepatan dengan acara tatap muka antara para pemuka-pemuka Agama
Buddha yang tergabung dalam MABI ( Majelis Agung Agama Buddha Indonesia )
dengan Menteri Agama RI. H. Alamansyah Rata Perwiranegara di pusat penataran
Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia – Megamendung, 12 mei 1978, vihara Sadaparibhuta
II yang dapat menampung 600 orang mulai digunakan.[16]
Sebagai
puncaknya pada penataran akhir tahun 1981 dalam rangka menyongsong datangnya
tahun baru 1982 jumlah peserta yang hadir mencapai 900 orang. Kebutuhan akan
vihara yang lebih besar tidak dapar ditunda lagi. Berkat adanya doa, dana, dan
usaha serta tekad yang mendalam maka dapat terwujudlah rampungnya pembangunan
vihara Sadaparibhuta III.[17]
Yang dimana vihara Sadaparibhuta yang ke- III ini berdiri kokoh dan megah di
antara bukit-bukit dipenuhi julangan pohon-pohon pinus. Hawa pegunungan yang
sejuk membuat kenyamanan pada sanubari setiap Insan yang datang mengunjunginya.
Vihara
ini dibangun dengan konstruksi baja menurut pondasinya yang bersegi delapan.
Kedelapan segi ini melukiskan delapan kelopak bunga teratai, sebagai tema dari
vihara Sadaparibhuta III..
E. Perkembangan Organisasi Agama Buddha di Indonesia
Di antara perkembangan Organisasi
Agama Buddha di Indonesia, yaitu:[18]
Organisasi Java Buddhists Association berdiri
pada tahun 1930 yang merupakan bagian dari The
International Buddhists Missionary ( Berpusat di Thaton, Myanmar ) dipimpin
oleh Ketua : Ernest Erle Power, Sekretaris : Josiast Van Dienst.
Pada tahun 1932 Terbit Majalah Moestika Dharma yang
dipimpin oleh Kwee Tek Hoay. Kwee Tek Hoay menyelenggarakan Dialog tentang
Agama Buddha antara Josiast Van Dienst dan Bhikshu Lin Feng Fei ( Kepala
Klenteng Kwan Im Tong ) di Prinseniaan ( Jl. Mangga Besar ). Hasil dialog :
Klenteng sebagai tempat ibadah umat Buddha tidak hanya digunakan untuk tempat
pemujaan saja, tetapi juga sebagai tempat untuk mendapatkan pelajaran Agama
Buddha.
Peristiwa-peristiwa penting bagi agama Budha yang terjadi pada tahun 1934 antara lain adalah:
1. Ong Soe An ( tokoh Theosofi Bandung )
mengundang Bhikkhu Narada Thera dari Srilangka untuk memberikan babaran Buddha
Dharma di Pulau Jawa. Bapak Mangunkawatja ( Tokoh Masyarakat Jawa ) ditabhiskan
menjadi Upasaka oleh Bhikkhu Narada Thera.
2. Dibentuk
Java Buddhists Association Afdeeling Batavia ( Jakarta ) dengan pimpinan:
Ketua : JW. De Witt
Wakil Ketua : DR. R. Ng. Poerbatjaraka.
Sekretaris :
Ny. Tjoe Hin Hoey.
3. Dibentuk Java Buddhists Association Afdeeling
Buitenzorg ( Bogor ) dengan pimpinan:
Ketua :
A. Van der Velde
Sekretaris : Oei Oen Ho.
4. Dibentuk
Batavia Buddhists Association dengan pimpinan :
Ketua : Kwee Tek Hoay
Sekretaris : Ny. Tjoa Hin Hoey
Tujuan dari Batavia Buddhists
Association adalah untuk dapat bergerak lebih leluasa karena segala keputusan
dari Java Buddhists Association harus mendapat persetujuan dari induk organisasi
di Thaton, Myanmar.
5. Dibentuk
Central Buddhists Institut Voor Java ( Bhs. Belanda : De Dharma in Nederlandsche Indie )
yaitu wadah kebersamaan seluruh organisasi Umat Buddha di Hindia Belanda.
Ketika
tahun 1935, dibentuk Sam Kauw Hwee yaitu
organisasi-organisasi setempat yang anggotanya terdiri dari penganut agama
Buddha, Kong Hu Cu dan Tao (Bhs. Indonesia : Sam Kauw Goat Poo) Tujuannya untuk
mencegah orang Tionghoa menjadi penganut agama lain dan menyandang Budaya
Barat. Periode Pembentukan Organisasi Buddha Pasca Kemerdekaan Republik
Indonesia.
Kemudian
tahun 1952 dibentuk kembali Perkumpulan Sam
Kauw Hwee yang merupakan kelanjutan dari Sam Kauw Hwee 1935 dengan Ketua nya :
Kwee Tek Hoay.
Pembentukan Organisasi Umat Buddha di Indonesi.
1. Gabungan
Tridharma Indonesia (GTI)
kejadian tahun 1952
a.
Kwee Tek Hoay meninggal dunia,
Perkumpulan Sam Kauw Hwee bergabung dengan Thian Lie Hwee yang dipimpin oleh
Ketua : Ong Tiang Biauw / Bhikkhu Jinaputta.
b.
Gabungan Khong Kauw Hwee yaitu
bagian kebaktian dari Sin Ming Hui (Perkumpulan Sosial Candranaya) dan Buddha
Tengger membentuk Gabungan Sam Kauw Indonesia (GSKI) yang dipimpin oleh The
Boan Ann/ Bhikkhu Ashin Jinarakkhita.
Tahun 1954
Ketua GSKI beralih kepada Drs. Khoe Soe Kiam (Drs.Sasana Surya) karena The
Boan An ditahbiskan menjadi Bhikkhu Ashin Jinarakkhita di Myanmar. Pada 1962 GSKI berganti nama menjadi Gabungan
Tridharma Indonesia ( GTI ). Ketika tahun 1967
dibentuk Perhimpunan Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD) di Lawang, Jawa Timur
dibahwa pimpinan Ong Kie Tjay yang berkantor Pusat di Surabaya.
2. Perhimpunan Buddhis Indonesia (PERBUDHI)
Tahun 1967 dibentuk Persatuan Buddhis Indonesia (PERBUDHI) dipimpin oleh
Sosro Utomo (Ketua Buddha Tengger) karena sukar bagi orang Jawa untuk bergabung
dengan Gabungan Tridharma Indonesia (GTI). Dalam Kongres tahun 1978 berganti nama menjadi Perhimpunan
Buddhis Indonesia (PERBUDHI) dengan Ketua Umum Sariputa Sudono, kemudian Kolonel
Soemantri MS. dan brigjen Suraji AA. Catatan: Sejak tahun 1960-an, Bhikkhu
Jinarakkhita, PERBUDHI dan GTI mengalami ketidak serasian sehingga keluar surat
bahwa anggota GTI dilarang menjadi anggota PERBUDHI.
3. Musyawarah Umat
Buddha Seluruh Indonesia (MUBSI)
Didalam PERBUDHI terdapat
Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) yang dibentuk pada tahun 1956 oleh Bhikkhu Jinarakkhita sebagai
pembantu Sangha Suci Indonesia yang dipimpin oleh Bhikkhu Jinarakkhita.
PERBUDHI Yogyakarta dan Jawa Tengah sangat menentang adanya kelompok PUUI,
karena PUUI tidak tunduk pada Kongres PERBUDHI, melainkan pada Sangha Suci
Indonesia sehingga roda organisasi PERBUDHI tidak dapat berjalan sesuai AD/ART.
Tetapi pada tahun 1962, PERBUDHI Yogyakarta dan Jawa Tengah
menyatakan keluar dari PERBUDHI, kemudian membentuk Musyawarah Umat Buddha
Seluruh Indonesia (MUBSI) di pimpin oleh Drs . Soeharto Djojosumpeno
(Yogyakarta).
4. Buddhis
Indonesia.1965
PERBUDHI Cabang Semarang dengan
diikuti beberapa Cabang PERBUDHI di Jawa Tengah dan Jawa Timur membentuk
Buddhis Indonesia sekitar tahun 1965 yang
berpusat di Vihara Tanah Putih (Semarang). Penyebab terbentuknya Buddhis
Indonesia antara lain , ketidak-serasian dan masalah pribadi antara tokoh-tokoh
Buddhis di Semarang dan Jawa Tengah.Keikutsertaan PERBUDHI dalam konfrensi
World Buddhists of Fellowship (WFB) di Bangkok yang dihadiri pula oleh utasan
Malaysia di masa Konfrontasi RI-Malaysia.
Masa Federasi dan Fusi Organisasi Buddhis Indonesia
1.
Federasi
Umat Buddha Indonesi
Tahun 1967 Dibentuk Federasi Umat Buddha Indonesia yang mengadakan Musyawarah
Besar I di Yogyakarta yang anggotanya :
a. Buddhis
Indonesia.
b. Gabungan
Tridharma Indonesia.
c. Musyawarah
Umat Buddha Seluruh Indonesia.
d. Agama
Hindu-Buddha TenggerAgama Buddha Wisnu Indonesia.
PERBUDHI tidak masuk Federasi Umat
Buddha Indonesia karena adanya pernyataanbersama Federasi Umat Buddha Indonesia
yang merugikan PERBUDHI dan Sangha Suci Indonesia.
2. Majelis Tertinggi Seluruh Umat Buddha
Indonesia
Maha Samaya II ( Kongres PUUI )
tahun 1969 yang dihadiri PERBUDHI dan Maha Sangha
Indonesia membentuk Majelis Tertinggi Seluruh Umat Buddha Indonesia yang dipimpin:
Ketua Umum : Bhikkhu Girirakkhito
Sekjen : Brigjen Suraji Aryakertawijaya.
Berfungsi untuk menetapkan
Kebijaksanaan dalam Keagamaan dan bertanggung jawab kepada Maha Sangha
Indonesia.
Pembentukan Organisasi Sangha di Indonesia
Ketika pada tahun 1959 dibentuk Sangha Sutji Indonesia
yang terdiri dari Bhikkhu- bhikkhu dan Samanera-samanera yang ditahbiskan dalam
Mazhab Theravada dipimpin oleh Bhikkhu Jinarakkhita, Bhikkhu Jinaputta, hikkhu
Jinapiya, dan Samanera Jinananda.
Maha Sangha Indonesia didirikan pada
tahun 1963 dengan anggotanya terdiri
dari Bhikkhu Jinarakitta, Bhikkhu Jinapiya, Samanera Jinagiri, Samanera Jinarathana,
Samanera Jinakumar, dan Samaneri Jinakumari. Ketika tahun 1966 Pimpinan Maha Sangha Indonesia ( Bhikkhu Jinarakkhita )
membentuk kelompok
Sangha Agung yang bertujuan untuk menfusikan/melebur seluruh mazhab Agama
Buddha, hal ini ditolak oleh sebagian kelompok Mazhab Theravada.
Sangha Agung yang bertujuan untuk menfusikan/melebur seluruh mazhab Agama
Buddha, hal ini ditolak oleh sebagian kelompok Mazhab Theravada.
Dengan adanya hal tersebut maka
sebagian anggota Maha Sangha Indonesia tradisi Mazhab Theravada membentuk
Sangha Indonesia tahun 1968, yang
terdiri dari Bhikkhu Jinapiya, Bhikkhu Sumanggalo, Bhikkhu Girirakhitto,
Bhikkhu Jinaratana, Bhikkhu Aggabalo, dan Bhikkhu Subhato. Diperkuat dengan
Deklarasi Sangha Indonesia pada tanggal 12 Januari 1972 yang mengutamakan Tradisi
Mazhab Theravada. Dan pada tahun yang sama Sangha Indonesia yang mendapatkan
dukungan penuh dari Federasi Umat Buddha Indonesia, Persaudaraan Umat Buddha
Salatiga dan PERBUDHI.
Pada tahun 1968 PUUI menyatakan keluar dari PERBUDHI dan berganti nama menjadi
Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI) dibawah pimpinan :
Ketua Umum : Brigjen Soemantri MS.
Sekjen : Drs. Oka Diputhera.
Dengan
menyatakan dukungan penuh kepada Maha Sangha Indonesia kelompok Sangha Agung.
Mempersatukan Umat Buddha Indonesia
Atas Prakarsa dan Mediator Brigjen Saparjo tahun 1972 dibuat ikrar di Candi Borobudur
untuk membentuk wadah tunggal Umat Buddha Indonesia. Ikrar Borobudur ini di
tanda tangani oleh :
a.
Buddhis Indonesia ( Suryaputta Ks.
Suratin )
b. MUABI
( Brigjen. Sumantri MS. )
c. PERBUDHI
( Brigjen. Suraji Ariyakertawijaya )
d. MUBSI
( Djoeri )( Drs. Sasana Surya )
e. Persaudaraan
Umat Buddha Salatiga ( Soepangat Prawirokoesoemo, SH. )
f.
Dewan Vihara Indonesia
(Maitreya-NSI)
Wadah tunggal itu merupakan peleburan semua organisasi
Buddhis dengan nama Buddha Dharma Indonesia disingkat BUDDHI. Anggota-anggota
Pemuka dan Cendikiawan Agama Buddha dari berbagai sekte mendirikan Majelis
Buddha Dharma Indonesia.
Atas Prakarsa dan Mediator Gde Puja, MA. Dirjen Bimas Hindu
dan Buddha Maha Sangha Indonesia ( kelompok Sangha Agung ) dan Sangha Indonesia
( kelompok Mazhab Theravada ) mengabungkan diri pada tahun 1974 dengan membentuk Sangha Agung Indonesia dengan landasan bahwa
setiap Bhikkhu akan melaksanakan Vinaya sesuai dengan sektenya masing-masing.
Sangha Agung Indonesia dipimpin oleh :
Ketua ( Nayaka ) : Bhikkhu Jinarakkhita.
Wakil Ketua : Bhikkhu Jinapiya.
Hasil Konsensus ini tidak pernah terwujud karena kedua
kelompok tidak dapat menyepakati stuktur dan fungsi organisasi Sangha Agung
Indonesia.
Tahun 1975 Hasil
Ikrar Nasional Umat Buddha di Candi Borobudur tahun 1972, dapat diwujudkan
dalam Wadah Tunggal Buddha Dharma Indonesia (BUDHI) dengan pimpinan Brigjen
Suraji Ariyakertawijaya. Namun terdapat dua organisasi yang tidak bergabung
dalam BUDHI yaitu :
- MUABI dipimpin Brigjen Sumantri MS. karena menyatakan diri bukan organisasi Massa.
- GTI dipimpin Drs. Aggie Tjetje yang menyatakan bahwa GTI merupakan Badan Hukum yang tidak dapat dibubarkan tanpa prosedur Hukum.
Ibu Tien Suharto meresmikan Vihara Arya Dwipa Arama di Tama
Mini Indonesia Indah pada tahun1975 yang disambut oleh Brigjen Suraji Ariyakertawijaya
Ketua BUDHI.
Dalam Pasamuan BUDHI di Hotel Niagara Lawang, Jawa Timur
berhasil menyepakati kriteria Agama Buddha yang disahkan dalam Kongres Umat
Buddha tahun 1976 di Yogyakarta dan
dijadikan landasan dalam perkembangan umat Buddha Indonesia. (tercantum dalam
AD/ART WALUBI Perwakilan Umat Buddha Indonesia). Pembentukan Gabungan Umat
Buddha Seluruh Indonesia (GUBSI) Di Jakarta, Prakarsa Mayjen Raharjo
Projopradoto (DPP Golkar), Mayjen Saparjo (Sekjen Golkar) dan Gde Puja, MA.
Selaku Dirjen Hindu-Buddha mengadakan pertemuan Pemimpin Organisasi Buddhis dan
para pemuka agama Buddha. Hasil Pertemuan ini disepakati :
- Aspek pembinaan kehidupan keagamaan yang dilakukan oleh para rohaniawan dari sektenya masing-masing, karena tidak mungkin dipersatukan oleh sebab tradisi, Vinaya dan Nilai-nilai Spiritual- ritual yang berbeda satu sama lainnya.
- Aspek Sosial Kemasyarakatan dapat dipersatukan dengan Wadah Tunggal GUBSI (Gabungan Umat Buddha Seluruh Indonesia) dibawah pimpinan :
Ketua Umum : R. Eko Sasongko
Pratomo, SH.
Sekjen : Drs. Aggie Tjetje
Anggotanya :
a. Buddha
Dharma Indonesia (BUDHI- Theravada)
b. Gabungan
Tridharma Indonesia (GTI-Tridharma)
c. Gabungan
Vihara Buddha Mahayana Indonesia (Mahayana)
d. Majelis
Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia (Nichiren)
e. Majelis
Pandita Buddha Maitreya Indonesia (Maitreya)
f. Pamong
Umat Buddha Kasogatan (Kasogatan)
g. Perhimpunan
Buddha Dharma Indonesia (PERBUDHI)
GUBSI berkembang menjadi Ormas Golkar yang kemudian
ditingalkan anggotanya. Dibentuk Majelis Pandita Buddha Dharma Indonesia
(MAPANBUDHI- Theravada) di Bandung yang dipimpin oleh:
Sekretaris Jenderal :
Khemanyana Karbono dan
Wakil Sekjen :
Sumedha Widyadharma.
Prakarsa Dirjen Bimas
Hindu-Buddha (Gde Puja, MA) merumuskan pembentukan Majelis Agung Agama Buddha
Indonesia (MABI) yang federasi organisasi keagamaan Buddha yang merupakan Forum
konsultasi dari Majelis Agama Buddha dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Bapak
Suraji
Ariyakertawijaya dengan anggota :
Ariyakertawijaya dengan anggota :
1. Majelis
Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI)
2. Majelis
Pandita Buddha Maitreya Indonesia (MAPANBUMI)
3. Majelis
Buddha Dharma Indonesia (Maitreya)
4. Gabungan
Tridharma Indonesia (Tridharma)
5. Majelis
Dharmaduta Kasogatan Indonesia (Kasogatan)
6. Parisada
Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI)
7. Perhimpunan
Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD)
Gabungan Tridharma Indonesia (GTI) berpusat di Jakarta dan Perhimpunan
Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD) berpusat di Jawa Timur bergabung menjadi
Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia (MARTRISIA) dipimpin oleh Ongko
Prawiro. MUABI mengundurkan diri dari Federasi MABI. Namun di dalam MUABI
sebagian anggotanya tidak menyetujui maka membentuk majelis baru dengan nama
Majelis Dhrmaduta Kasogatan Indonesia dipimpin Giriputra Sumarsono dan Drs. Oka
Diputhera.
Bhikkhu Theravada (Kelompok Sangha Indonesia) dalam Sangha Agung Indonesia memisahkan diri dengan mendirikan Sangha Theravada Indonesia dipimpin oleh Bhikkhu Girirakkhito dan beberapa orang Bhikkhu lainya.
Bhikkhu Theravada (Kelompok Sangha Indonesia) dalam Sangha Agung Indonesia memisahkan diri dengan mendirikan Sangha Theravada Indonesia dipimpin oleh Bhikkhu Girirakkhito dan beberapa orang Bhikkhu lainya.
pada tahun 1978 Dirjen
Bimas Hindu-Buddha (Gde Puja, MA.) mengeluarkan keputusan bahwa seluruh aliran
dan sekte-sekte agama Buddha berkeyakinan terhadap adanya Tuahan Yang Maha Esa
dan masing-masing sekte memberikan nama yang berbeda-beda, tetapi pada
hakekatnya adalah sama.
Sebagian Bhikshu Mahayana dari Sangha Agung Indonesia memisahkan diri dengan mendirikan Sangha Mahayana Indonesia dengan pelopor, Bhikshu Sakya Sakti Mahasthavira, Bhikshu Sakya Putra Mahasthavira, Bhikshu Sakya Wanaram Mahasthavira, Bhikshu Dharma Batama Mahasthavira, Bhikshu Dharmasagaro dan lainnya (Deklarasi Bogor). Menteri Agama yang pada saat itu adalah Alamsyah Ratu Perwiranegara dan Dirjen Bimas Hindu- Buddha yaitu Gde Puja, MA. Mengadakan pertemuan dengan pimpinan semua Majelis dan Sangha yang ada di Indonesia. Hasil Pertemuan ini dibentuk Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) yang diberi nama oleh Menteri Agama Alamsyah Ratu Prawiranegara. WALUBI berbentuk Federasi dengan Sekretaris Jenderal terpilih Suparto Hs (Majelis Pandita Buddha Dharma Indonesia -Theravada). DPP WALUBI adalah :
Sebagian Bhikshu Mahayana dari Sangha Agung Indonesia memisahkan diri dengan mendirikan Sangha Mahayana Indonesia dengan pelopor, Bhikshu Sakya Sakti Mahasthavira, Bhikshu Sakya Putra Mahasthavira, Bhikshu Sakya Wanaram Mahasthavira, Bhikshu Dharma Batama Mahasthavira, Bhikshu Dharmasagaro dan lainnya (Deklarasi Bogor). Menteri Agama yang pada saat itu adalah Alamsyah Ratu Perwiranegara dan Dirjen Bimas Hindu- Buddha yaitu Gde Puja, MA. Mengadakan pertemuan dengan pimpinan semua Majelis dan Sangha yang ada di Indonesia. Hasil Pertemuan ini dibentuk Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) yang diberi nama oleh Menteri Agama Alamsyah Ratu Prawiranegara. WALUBI berbentuk Federasi dengan Sekretaris Jenderal terpilih Suparto Hs (Majelis Pandita Buddha Dharma Indonesia -Theravada). DPP WALUBI adalah :
1.
Suwarto Kolopaking, SH. (MUABI-MBI)
2. Ir.
T. Soekarno (Nichiren Syossyu Indonesia)
3. Gunawan
Sindhumarto, SH. ( Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia )
4. Drs.
Oka Diputhera ( Majelis Dharmaduta Kasogatan Indonesia )
5. Bhaggadewa
Siddharta ( Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia )
6. Herman
S. Endro, SH. ( Majelis Pandita Buddha Dharma Indonesia- Theravada )
7. Ir.
Hartanto Kulle ( Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia )
Dewan Kehormatan adalah :
1. Soemantri
MS. (MUABI-MBI)
2. Sumeda
Widyadharma ( Majelis Pandita Buddha Dharma Indonesia-
Theravada )
Theravada )
3. Giriputra
Soemarsono (Majelis Dharmaduta Kasogatan Indonesia)
4. IS.
Susilo (Majaelsi Agama Buddha Mahayana Indonesi)
5. Zen
Dharma ( Majelis Pandita Buddha maitreya Indonesia )
6. Sasanaputera
( Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia )
7. Seno
Soenoto ( Nichiren Syosyu Indonesia )
Diadakan Lokakarya Pemantapan Ajaran Agama Buddha dengan
Kepribadian Nasional Indonesia merupakan dasar untuk mengadakan Kongres Umat
Buddha Indonesia.
Tahun 1979 Dibentuknya
Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia (MAJABUMI) dimana seluruh Umat Mahayana
dan Sangha mahayana Indonesia bergabung menjadi satu kesatuan yang utuh.
Pra Kongres Umat Buddha Indoesia di Yogyakarta dengan
menetapkan :
1. Kode
Etik Umat Buddha Indonesia.
2. Kriteria
Umat Buddha Indonesia.
3. Ikrar
Umat Buddha Indonesia.
4. Pengukuhan
Hasil Lokakarya Pemantapan Ajaran Agama Buddha dengan Kepribadian Nasional
Indonesia.
Permasalahan Pra Kongres adalah Pemuka MUABI (MBI) dan
Sangha Agung Indonesia memprotes keikutsertaan Niciren Syosyu Indonesia (NSI)
karena memandang NSI sebagai bukan bagian dari rumpun Agama Buddha. Dan
pertentangan ini berhasil dimediatori oleh Menteri Agama RI.
Pada saat Perayaan Waisak tanggal 9-10 Mei 1979 di Candi Mendut berhasil membentuk Wadah Tunggal Umat Buddha Indonesia dengan nama Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) dengan ditandatanganinya seluruh Keputusan dan Ketetapan Kongres Umat Budha Indoensia yang diserahkan oleh Suparto Hs selaku Ketua Umum kepada Menteri Agama RI.
Pada saat Perayaan Waisak tanggal 9-10 Mei 1979 di Candi Mendut berhasil membentuk Wadah Tunggal Umat Buddha Indonesia dengan nama Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) dengan ditandatanganinya seluruh Keputusan dan Ketetapan Kongres Umat Budha Indoensia yang diserahkan oleh Suparto Hs selaku Ketua Umum kepada Menteri Agama RI.
Anggota Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) terdiri
dari :
1. Sangha
Theravada Indonesia.
2. Sangha
Mahayana Indonesia.
3. Sangah
Agung Indonesia.
4. Majelis
Upasaka Pandita Agama Buddha Indonesia (MUABI-MBI)
5. Majelis
Dharmaduta Kasogatan Indonesia ( Kasogatan )
6. Majelis
Pandita Buddha Maitreya Indonesia ( Mapanbumi )
7. Majelis
Agama Buddha Nichiren Syossyu Indonesia ( NSI )
8. Majelis
Rohaniawan Tridharma SeluruH Indonesia ( MARTRISIA )
9. Majelis
Agama Buddha Mahayana Indonesia ( MAJABUMI )
10. Majelis
Pandita Buddha Dhamma Indonesia (MAPANBUDHI-Theravada)
Kongres MUABI merubah nama menjadi Majelis Buddhayana
Indonesia (MBI) yang berkedudukan sebagai pembantu dan bertanggung jawab kepada
Sangha Agung Indonesia.
Tanggal 27-28 Februari 1982,
Kongres Luar Biasa WALUBI di Jakarta yang menganti susunan DPP Walubi dengan
memilih :
Ketua Umum : Soemantri MS. ( Majelis Buddhayana
Indonesia-MBI)
Sekjen :
Seno Soenoto ( Nichiren Syossyu Indonesia-NSI )
Tanggal 8-11 Juli 1986,
Kongres I WALUBI dibuka oleh Presiden Soeharto di Istana Negara, Dewan Pimpinan Pusat :
Ketua Umum: Bhikkhu Girirakitto Maha Thera.( Sangha
Theravada Ind. )
Wakil Ketua Umum : Drs. Aggie Tjetje, SH. ( MARTRISIA-
Tridharma ) Widyekasabha
Ketua :
Bhikkhu Ashin Jinarakkhita Maha Thera ( Sangha Agung )
Wakil Ketua : Maha Pandita Sumedha Widyadharma ( MAPANBUDHI-
Theravada ).
Tanggal 9-10 Juli 1987
Sidang Widyekasabha WALUBI menetapkan pengeluaran Nichiren Syosyu Indonesia
dari WALUBI kerena permasalahan doktrin Buddha Dharma. SK No.
016/DPP/WALUBI/VII/87.
Tahun 1988 Sangha
Theravada Indonesia mengadakan Pasamuan yang menetapkan:
Penasehat : Bhikkhu Girirakkhito Mahathera
Ketua Umum : Bhikkhu Sri Pannavaro Thera
Sekjen : Bhikkhu Subalaratano Thera
Wakil Ketua Umum WALUBI : Drs. Aggie Tjetje, SH. Dipecat
dengan tidak hormat pada tahun 1990oleh
DPP WALUBI melalui Rapat Pleno DPP WALUBI karena melakukan tindakan
indisipliner organisasi dan menyalahgunakan wewenang serta memecah belah
kerukunan Umat Buddha Indonesia.
Pada tahun 1992 MUNAS
WALUBI di Hotel Horison, Jakarta dengan hasil keputusan DPP WALUBI terpilih :
Ketua Umum : Bhikkhu Girirakkitto Maha Thera ( Sangha
Theravada Indonesia )
Sekjen :
Kolonel (Pol) Drs. Budi Setiawan (Ditura Buddha Depag)
Permasalahan yang belum terselesaikan di MUNAS WALUBI yaitu
AD/ART yang diserahkan kepada Tim Perumus (30 orang).
Widyekasabah
Ketua : Bhikkhu Ashin Jinarakkhita.
Dewan
Penyantun
Ketua : Dra. Siti Hartati Murdaya.
Ketika tahun 1994,
AD/ART belum menyelesaikan oleh Tim Perumus (30 orang), maka Pleno DPP Walubi menetapkan
pembentukan Tim Perumus Kecil (9orang) yang berasal dari Tim Perumus (30
orang). Setelah Tim Perumus Kecil (9 orang ) menyelesaikan pembentukan AD/ART
yang kemudian disahkan dalam Pleno DPP WALUBI dengan ciri khas bahwa Ketua Umum
Walubi pemegang mandat tertinggi WALUBI dengan dua badan pelengkap yaitu
Widyekasabah dan Dewan Penyantun selanjutnya di kenal dengan AD/ART yang sah.
Bersamaan Muncul AD/ART yang diklaim sebagai hasil Tim Perumus yang memperoleh mandat dari Munas, namun tidak disetujui oleh Pleno DPP WALUBI karena berciri khas pemegang mandat tertinggi adalah Widyekasabah dengan pelaksana harian Ketua Umum DPP WALUBI. AD/ART yang tidak disetujui oleh Pleno DPP WALUBI, namun disebarluaskan dan dilaporkan ke Depdagri tanpa sepengetahuan DPP WALUBI. Selanjutnya AD/ART ini menjadi AD/ART yang
tidak terpakai (AD/ART Palsu). Timbulnya 2 AD/ART (AD/ART yang sah dan AD/ART Palsu) ini menjadi Polemik yang akhirnya DPP WALUBI melaporkan kepada Kepolisian untuk membantu penyelesaianya permasalahan karena DPP WALUBI tidak dapat melaksanakan Program Kerja.
Bersamaan Muncul AD/ART yang diklaim sebagai hasil Tim Perumus yang memperoleh mandat dari Munas, namun tidak disetujui oleh Pleno DPP WALUBI karena berciri khas pemegang mandat tertinggi adalah Widyekasabah dengan pelaksana harian Ketua Umum DPP WALUBI. AD/ART yang tidak disetujui oleh Pleno DPP WALUBI, namun disebarluaskan dan dilaporkan ke Depdagri tanpa sepengetahuan DPP WALUBI. Selanjutnya AD/ART ini menjadi AD/ART yang
tidak terpakai (AD/ART Palsu). Timbulnya 2 AD/ART (AD/ART yang sah dan AD/ART Palsu) ini menjadi Polemik yang akhirnya DPP WALUBI melaporkan kepada Kepolisian untuk membantu penyelesaianya permasalahan karena DPP WALUBI tidak dapat melaksanakan Program Kerja.
Pengakuan dari para tersangka yang terlibat dalam
pembentukan AD/ART Palsu yang tidak disetujui oleh Pleno DPP WALUBI dengan
menyatakan adanya tindakan penyetruman dan penyiksaan oleh oknum aparat telah diproses
sesuai prosedur.
Pemerikasaan oleh Tim Komnas HAM, Tim DPR RI dan Tim DPP
Walubi meragukan terjadinya peristiwa tersebut dan tidak mendapatkan bukti hukum
yang kuat. Bahkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara telah menetapkan
keputusan tahun 1998, yang membenarkan tindakan DPP Walubi
menyelesaikan pemasalahan dengan Pelaporan keaparat penegak hokum (Kepolisian) sesuai dengan peraturan perundangan dalam negara hukum. Tanggal 4 Oktober 1994 Sidang Pleno DPP WALUBI Membekukan Keanggotaan Majelis Buddhayana Indonesia SK No. 135/SK/DPP-WLB/1.8/X/94 Tanggal 15 Oktober 1994 Sidang Pleno DPP WALUBI Mengeluarkan Surat Keputusan No.141/SK/DPP-WLB/1.8/94 tentang Pemberhentian Sangha Agung Indonesia dan Majelis Buddhayana Indonesia dari WALUBI Tanggal 23 Juni 1994, Munas terbaru Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia yang berhasil menyusun DPP MAPANBUMI :
menyelesaikan pemasalahan dengan Pelaporan keaparat penegak hokum (Kepolisian) sesuai dengan peraturan perundangan dalam negara hukum. Tanggal 4 Oktober 1994 Sidang Pleno DPP WALUBI Membekukan Keanggotaan Majelis Buddhayana Indonesia SK No. 135/SK/DPP-WLB/1.8/X/94 Tanggal 15 Oktober 1994 Sidang Pleno DPP WALUBI Mengeluarkan Surat Keputusan No.141/SK/DPP-WLB/1.8/94 tentang Pemberhentian Sangha Agung Indonesia dan Majelis Buddhayana Indonesia dari WALUBI Tanggal 23 Juni 1994, Munas terbaru Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia yang berhasil menyusun DPP MAPANBUMI :
Ketua Umum :
MS. Gautama Hardjono
Sekretaris Jenderal :
Pdt. Citra Surya, SE. MM.Tanggal 3
Desember 1994,
Munas terbaru Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia yang
berhasil menyusun DPP MAJABUMI :
Ketua Kehormatan : Dra. Siti Hartati Murdaya.
Ketua Umum :
Supradipa Suryadi
Sekretaris Jenderal :
Aries Wibowo.
Tanggal 30 Maret 1995
Sidang Widhayaka Sabha menetapkan bahwan Sangha Agung Indonesia dan Majelis
Buddhayana Indonesia sebagai aliran Kepercayaan dan bukan organisasi keagamaan.
No. 001/WS-WLB/III/1995.
Puja Bakti Waisak Akbar pada tahun 1996, di Candi Mendut yang dihadiri oleh seluruh anggota Walubi, maupun
diluar Walbubi yaitu NSI (yang dikeluarkan tahun 1987) dan MBI (yang
dikeluarkan tahun 1994 ). Pasamuan Agung
Nasional Parisada Buddha Dharma Nichiren Syosyu Indonesia di Megamendung,
setelah meninggalnya Seno Soenoto, terjadi perselisihan yang tidak dapat di selesaikan sehingga sebagian anggota
PBDNSI memisahkan diri dan membentuk wadah baru yaitu Pandita Sabha Buddha
Dharma Indonesia (PSBDI).
PBDNSI mengadakan Pasamuan (Munas terbaru) kembali
menghasilkan kepemimpinan :
Ketua Umum : Suhadi Sendjaja
Sekjen :
Erwin Senosoenoto
PSBDI mengadakan Pasamuan (Munas terbaru) kembali
menghasilkan kepeminpinan :
Ketua Umum : Aiko Senosoenoto
Sekjen :
Irwan Kartasasmita
Pada tahun 1997 Ketua
Umum Walubi Bhikkhu Girirakkhito Mahatera meninggal dunia (parinibbana) dan
Pleno DPP WALUBI mengangkat Pejabat Ketua Umum Walubi dimandatkan kepada Ketua
Walubi Drs Oka Diputhera.
Prakarsa Dirjen Bimas Hindu Buddha ( Ir. I Wayan Gunawan )
mempertemukan seluruh pimpinan Organisasi Agama Buddah dan Sangha Agama Buddha
dan Upaya Dra Siti Hartati Murdaya mempertemukan seluruh komponen Umat Buddha
Indonesia dari berbagai lapisan masyarakat di Indonesia tahun 1998 yang berhasil merumuskan Konsensus Nasional Umat
Buddha dan menyetujui Struktur WALUBI baru dengan nama Perwakilan Umat Buddha
Indonesia (WALUBI) yang empersatukan
seluruh Organisasi Agama Buddha yaitu seluruh anggota Walubi Perwalian Umat Buddha
Indonesia dan mengundang diluar Perwalian Umat Buddha Indonesia (Nichiren
Syosyu dan Majelis Buddhayana Indonesia). Tanggal 20 Agustus 1998,
ditandatangani Konsensus Nasional Umat Buddha Indonesia dengan membentuk
Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) dengan bentuk federasi dan memegang
prinsip Non Intervensi.
Tanggal 6 Nopember 1998, mengadakan Munas Khusus Perwalian Umat Buddha (WALUBI) untuk pembubaran, karena telah dibentuk Wadah baru Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) sebagai kelanjutan historisnya yang telah menerima seluruh anggota Perwalian Umat Buddha Indonesia dan yang berada di luar Perwalian Umat Buddha Indonesia yaitu Nichiren Syosyu, Parisadha Budddha Dharma Indonesia dan Lembaga Keagamaan Buddha Indonesia yang terdiri dari ratusan organisasi Majelis dan tempat Ibadah Umat Buddha yang belum mencukupi 9 Propinsi sebagai syarat berdirinya sebuah Majelis yang bersifat Nasional.
Tanggal 6 Nopember 1998, mengadakan Munas Khusus Perwalian Umat Buddha (WALUBI) untuk pembubaran, karena telah dibentuk Wadah baru Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) sebagai kelanjutan historisnya yang telah menerima seluruh anggota Perwalian Umat Buddha Indonesia dan yang berada di luar Perwalian Umat Buddha Indonesia yaitu Nichiren Syosyu, Parisadha Budddha Dharma Indonesia dan Lembaga Keagamaan Buddha Indonesia yang terdiri dari ratusan organisasi Majelis dan tempat Ibadah Umat Buddha yang belum mencukupi 9 Propinsi sebagai syarat berdirinya sebuah Majelis yang bersifat Nasional.
Anggota Walubi (Perwalian Umat Buddha Indonesia) yaitu :
1. Bhiksu
Sangha Mahayana.
2. Bhiksu
Sangha Theravada.
3. Majelis
Agama Buddha Mahayana Indonesia (Majabumi )
4. Majelis
Agama Buddha Theravada Indonesia (Magabudhi)
5. Majelis
Pandita Buddha Maitreya Indonesia (Mapanbumi)
6. Majelis
Agama Buddha Tantrayana Kasogatan Indonesia (Kasogatan)
7. Majelis
Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia (Martrisia)
Diluar Walubi (Perwalian Umat Buddha
Indonesia) yaitu :
1. Parisadha Buddha Dharma Nichiren Syosyu
Indonesia (NSI) ( Anggota Walubi Perwakilan )
2. Pandita
Sabha Buddha Dharma Indonesia (PSBDI) ( Anggota Walubi Perwakilan )
3. Lembaga
Keagamaan Buddha Indonesia (Anggota Walubi Perwakilan)
4. Bhiksu
Sangha Tantrayana ( Anggota Walubi Perwakilan )
5. Lama
Sangha Vajrayana ( Anggota Walubi Perwakilan )
6. Sangha
Agung Indonesia ( tetap diluar Walubi Perwakilan )
7. Majelis
Buddhayana Indonesia. ( tetap diluar Walubi Perwakilan )
Tanggal 16 Nopember 1998,
dibentuk Konfrensi Agung Sangha Indonesia (KASI) yaitu kelompok kerja
Sangha yang berperan untuk singkronisasi dan keharmonisan antar Sangha di
Indonesia. Tidak ada ketua KASI yang ada hanya Sekjen yaitu Bhiksu Prajnavira
(Hui Siong) DPP Perwakilan Umat Buddha Indonesia memohon kesediaan KASI untuk
duduk dalam Dewan Sangha Perwakilan Umat Buddha Indonesia. Namun hasil yang
dicapai hanya kesediaan KASI mengayomi seluruh Umat Buddha dan menolak duduk
dalam Dewan Sangha dengan mempersalahkan Majelis anggota WALUBI sebagai pemecah
belah Sangha merujuk peristiwa Pemberhentian Sangha Agung Indonesia tahun 1994.
Munas terbaru MBI bulan September di Lampung, yang dihadiri
oleh Dirjen Bimas Hindu-Buddha atas Rekomendasi DPP WALUBI, telah memutuskan
untuk bergabung kembali dalam WALUBI yang ternyata sampai saat ini belum
dilaksanakan.
DPP Majelis Buddhayana Indonesia menetapkan :
Ketua DPP MBI :
bersifat Presidium, tujuh orang Ketua. (diantaranya Dr. Parwati Soepangat, dr
Krisnanda Wijayamukti MSc.)
Sekjen : dr. Krisnanda Wijayamukti, MSc.
Tanggal 29-30 Desember 1998, Pasamuan Umat Buddha Indonesia
yang dibuka oleh Presiden RI di Istana dan ditutup oleh Menteri Agama RI yang
dilaksanakan di Hotel Indonesia yang dihadiri oleh Sangha Theravada Indonesia, Sangha
Mahayana Indonesia dan Sangha Tantrayana Indonesia yang kemudian duduk sebagai
Dewan Sangha WALUBI sebagai Penasehat Dharma DPP WALUBI dan seluruh Majelis
Agama Buddha Indonesia, kecuali Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) yang hanya
mengirimkan rangkaian bunga ucapan selamat Pasamauan Agung Umat Buddha
Indonesia. Dewan Sangha Walubi (Koordinator Dewan Sangha Bhiksu Dutavira Mahasthavira)
1. Bhikshu
Sangha Mahayana (Koordinator Bhiksu Virya Mitra Sthavira)
2. Bhikkhu
Sangha Theravada (Koordinator Bhikkhu Vijano Mahathera)
3. Bhikshu
Sangha Tantrayana Kasogatan (Koordinator Bhiksu Padma Satya)
4. Lama
Sangha Tantrayana Vajarayana (Koordinator Lama Yongzin Tulku Rinpoche)
5. Bhikshu
Sangha Tantrayana Indonesia (Koordinator Bhiksu Padma Vajra Vidya)
6. Bhikshuni
Sangha Mahayana (Koordinator Bhiksuni Tjong Khai/Murniwati)
Anggota Perwakilan Umat Buddha Indonesia ( WALUBI ) :
1. Majelis
Agama Buddha Mahayana Indonesia (Ketua : Pdt. Supradipa Suryadi)
2. Majelis
Agama Buddha Theravada Indonesia (Ketua : Pdt. Herman S. Endro, SH)
3. Majelis
Agama Buddha Tantrayana Kasogatan Indonesia (Pdt. Drs. Oka Diputhera)
4. Majelis
Pandita Buddha Maitreya Indonesia (Pdt. Ir. Arief Harsono.)
5. Majelis
Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia (Pdt. Ongko Prawiro)
6. Parisadha
Buddha Dharma Nichiren Syosyu Indonesia (Pdt. Suhadi Sendjaja)
7. Pandita
Sabha Buddha Dharma Indonesia (Pdt. Irwan Kartasasmita)
8. Lembaga
Keagamaan Buddha Indonesia (Pdt. Pradipa Suryadi ; Pdt Drs. Eddy Hertanto, SH.)
yang didukung oleh :
a. Majelis
Agama Buddha Madhatantri (Pdt. Susan Kumala)
b. Saddharma
Pundarika Indonesia (Pdt. Udin Tirta)
c. Adhidharma
Indonesia (Pdt. N. Singgih, SH.)
d. Ekadharma
Indonesia (Pdt. Frans Cahyadi)
e. Pendidikan
Maitreya Indoensia (Pdt. Sasanavanalim)
f. Tantrayana
Vajrayana Indonesia (Lama Rigdzin Jigme)
g. Ratusan
tempat ibadah umat Buddha diseluruh Indonesia
Susunan DPP Perwakilan Umat Buddha Indonesia dipimpin oleh :
Ketua Umum : Dra Siti Hartati Murdaya
Ketua : Ir. Arief Harsono
Ketua : Drs. Eddy Hertanto, SH.
Ketua :
Drs. Oka Diputhera
Ketua : Irwan Kartasasmita
Ketua : Ongko Prawiro
Ketua : Suhadi Sendjaja
Ketua : Supradipa Suryadi
Ketua : Herman S. Endro, SH.
Sekretaris Jenderal : Drs. Sudarmo Tasmin, Ak.
Tanggal 31 Desember 1998, (DPD Martrisia Jakarta dan Jawa
Barat yang memisahkan diri dari Martrisia–Tridharma Pusat tahun 1996)
mengadakan Munas Majelis Agama Buddha Tridharma Indonesia di Bumi Tridharma ,
Pacet dengan Susunan Pengurus :
Penasehat : Drs. Aggie Tjetje, SH. : Kittinanda
Ketua Umum : Bhagyadewa Siddharta
Sekjen : Gunananda, BA
Tanggal 30 Mei 1999,
Walubi mengadakan Puja Bakti Waisak Nasional di Candi Agung Borobudur yang
dihadiri 50.000 umat Buddha dari seluruh Umat Buddha Indonesia dan Umat Buddha
mancanegara serta dengan dukungan dari seluruh Partai Politik peserta Pemilu,
Pemerintah dan Aparat Keamanan serta Rakyat sehingga Pelaksanaan Puja Bakti
Waisak berlangsung dengan akbar, aman dan sukses. Tanggal 16 Agustus1999, Walubi terpilih sebagai organisasi yang
representative mewakili utusan Golongan Agama Buddha di MPR 1999 dengan
dukungan 31 suara anggota KPU. Daftar Anggota MPR dari WALUBI :
1. R.
Eko Sasongko Pratomo, SH. (GUBSI-Tridharma-FKP 1977)
2. Brigjen
Soemantri MS. (WALUBI-MBI-FKP 1982)
3. Bhikkhu
Girirakkhito Mahathera (WALUBI-STI-FKP 1987-1992)
4. Drs.
Oka Diputhera (WALUBI-Kasogatan-FKP 1997)
5. Dra.
Siti Hartati Murdaya (WALUBI-(Mahayana dan seluruh Anggota Walubi Calon Utusan
Golongan 1999)
Tanggal 20 Agustus 1999,
Ketua Umum WALUBI (Dra. Siti Hartati Murdaya) mendapatkan penghargaan
Bintang Mahaputera Utama karena Jasa pengabdiannya kepada bangsa dan negara.
F.
Daftar Pustaka
Ali, Mukti. Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press. 1988.
Ikeda, Daisaku. Buddhisme:
falsafah Hidup. Alih Bahasa: Soedibyo.
Jakatra: PT Intermasa, 1988.
Majelis
Agama Buddha Mahayana Indonesia. Buddha
Dharma Mahayana. Penyusun: Suwarto.
T. Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia. 1995.
Majelis
Agama Buddha Mahayana Indonesia. Sejarah
dan Perkembangannya Agama Buddha Nichiren Syosyu.
[1]Mukti Ali, Agama- Agama Dunia, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press), h.
141.
[2] Daishonin adalah sebuah gelar kehormatan besar bagi kebijaksanaan dan
kesucian. Ini tidak mengandung arti tambahan ‘’santun’’ yang kadang-kadang
digunakan sebagai terjemahannya dalam buku
Buddhisme: Falsafah Hidup, oleh Daisaku Ikeda. h. 7.
[3] Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia, Buddha Dharma Mahayana, Penyusun: Suwarno T, (Jakarta: Majelis
Agama Buddha Mahayana Indonesia, 1995), h. 520.
[4] Daisaku
Ikeda. Buddhisme: falsafah Hidup. Alih Bahasa:
Soedibyo. Jakatra: PT Intermasa, 1988. h. 61.
[5]Ibid.
[6] Majelis Agama Mahayama Indonesia, h.522.
[8] Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia. Sejarah dan
Perkembangannya Agama Buddha Nicirren Syosyu di Indonesia.
[11] Dikutip dari buku: Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia. Sejarah
dan Perkembangannya Agama Buddha Nicirren Syosyu di Indonesia.
[12] Dikutip dari buku: Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia. Sejarah
dan Perkembangannya Agama Buddha Nicirren Syosyu di Indonesia.
[13] Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia. Sejarah dan Perkembangannya
Agama Buddha Nicirren Syosyu di Indonesia.
[14] Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia. Sejarah dan
Perkembangannya Agama Buddha Nicirren Syosyu di Indonesia.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Majelis Agama Buddha Nichiren Syosyu Indonesia. Sejarah dan Perkembangannya
Agama Buddha Nicirren Syosyu di Indonesia.