Responding paper makalah Ajaran tentang Sangha.
Oleh : Ati puspita
A.
PENDAHULUAN
Aturan organisasi agama buddha membagi para penganut agama buddha kedalam
dua kelompok, yaitu kelompok Sangha dan kelompok awam. Kelompok Sangha adalah
terdiri dari para Bikkhu, Bikkhuni, Samanera dan Samaneri. Mereka menjalani
kehidupan suci untuk meningatkan nili-nilai kerohanian serta tidak melaksanakan
hidup berkeluarga. Sedangkan kelompok awam terdiri dari Upasaka dan Upasaki
yang telah menyatakan diri berlindung kepada Buddha, Dharma dan Sangha serta
melaksanakan hidup berumah tangga
sebagai orang biasa.[1]
Dalam naskah-naskah
Buddhis dijelaskan bahwa Sangha adalah arya-puggala.
Mereka adalah makhluk-makhluk suci yang telah mencapai buah kehidupan
beragama yang ditandai oleh kesatuan dari pandangan yang bersih dan sila yang
sempurna. Tingkatan kesucian yang telah mereka capai terdiri dari sottapati, sakadagami, anagami dan arahat.[2]
B.
KEDUDUKAN SANGHA
Menurut sejarah agama Buddha beberapa minggu setelah
Sidharta Gautama mencapai pencerahan maka ia membentuk Sangha yang pertama yang
anggota-anggotanya terdiri dari Kondana, Badiya, Wappa, Mahanama, dan Asaji.
Diantara kelima murid buddha tersebut yang mencapai tingkat Arahat adalah
Kondana. Mereka merupakan contoh masyarakat buddha yang dapat menciptakan
suasana yang diperlukan untuk mencapai hidup tertinggi atau Nirwana.[3]
Anggota Sangha adalah
teladan dari cara hidup yang suci, menyampaikan Dharma atas permintaan umat dan
membantu mereka dengan nasihat maupun penerangan batin dalam suka dan duka.
Dari umat buddha Sangha patut menerima pemberian (ahu-neyyo), tempat berteduh (pahuneyyo),
persembahan (dakkhineyyo),
penghormatan (anjali karananiyo) dan
merupakan lapangan untuk menanam jasa yang tidak ada taranya di dunia (anuttaram pannakhettam lokassa).[4]
Menurut
kepercayaan Buddha, sangha tidak dapat dipisahkan dari Buddha dan Dharma karena
ketiganya adalah kesatuan tunggal dan merupakan manifestasi berasas tiga dari
yang muthlak di dunia. Hubungan ketiganya dapat digambarkan sebagai berikut:
-
Buddha
adalah bulan purnama,
-
Dharma
adalah sinar yang menerangi dunia,
-
Sangha
adalah dunia yang menerima sinar tersebut.
Dengan
istilah lain:
-
Buddha
bagaikan orang yang membakar hutan,
-
Dharma
bagaikan api yang membakar hutan (kekotoran batin),
Sangha bagaikan padi
atau jasa setelah hutan habis terbakar.[5]
C.
CARA MENJADI BIKKHU
Inti masyarakat
Buddhisme dalam arti yang sebenarnya adalah hanya terdiri dari para Rahib
(Bikkhu/Biksu). Sebab hanya hidup kerahibanlah yang dapat menciptakan suasana
yang diperlukan untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi, yaitu mencapai
nirwana. Seluruh persekutuan para Bikkhu/Biksu disebut Sangha/jemat.[6]
Yang
terakhir seorang Bikkhu harus hidup dengan ahimsa (tanpa kekerasan), artinya ia
dilarang membunuh dan melukai makhluk lainnya. Empat dosa yang harus dijauhi
para bikkhu adalah: hidup mesum, mencuri, membunuh makhluk yang lain, dan
meninggikan diri karena kecakapannya membuat mu’jizat.[7]
Setelah
menjadi bikkhu seseorang harus menjalani hidup bersih dan suci seperti yang
tertulis dalam kitab vinaya pitaka, menjalani 227 peraturan yang garis besarnya
adalah:
1. Peraturan yang berhubungan dengan tata
tertib lahiriyah.
2. Peraturan yang berhubungan dengan cara
penggunaan makanan dan pakaian, serta kebutuhan hidup yang lain.
3. Cara menanggulangi nafsu keinginan dan
rangsangan batin.
4. Cara untuk memperoleh pengetahuan batin
yang luhur untuk penyempurnaan diri.[8]
D.
KELOMPOK BUDDHA AWAM
Dilihat
dari tingkatan pemahaman seseorang terhadap ajaran Buddha dan tanggung jawab
keagamaannya, maka kelompok masyrakat buddha awam ini dapat dibedakan sebagai
berikut:
-
Upasaka
dan Upasaki yang benar-benar awam keagamaannya,
-
Yang
disebut Bala Anupandita, Anu Pandita dan Pandita adalah mereka yang menjalankan
tugas sebagai penyebar dharma dan bergabung dalam organisasi umat Buddha.
-
Maha
Upasaka, ialah para pandita yang mengurus administrasi dan soal-soal teknis.
-
Maha
Pandita adalah para Pandita yang mengurus khusus masalah keagamaan.
Anagarika adalah orang
awam buddha yang dikui memiliki pengethuan dan kemampuan dalam mengamalkan
ajaran Budha Gautama.[9]
Tugas
kelompok Buddha awam selanjutnya adalah dapat diuraikan misalnya seorang orang
tua harus dapat mengendalikan sikap dan akhlak anak-anaknya, mengajarkan kepada
anaknya terhadap hal-hal yang baik dan melarang melakukan perbuatan yang jahat,
mengajarkan ilmu pengetahuan serta mencarikan jodoh yang baik. Para
anak harus mematuhi segala apa yang diperintahkan orang tuanya, merawat sesuatu
yang menjadi miliknya, melayakkan diri untuk menjadi ahli waris, dan
seterusnya. Para guru harus memberikan pelajaran yang berhubungan dengan
pengetahuan kepada muridnya, sedang seorang murid harus menghormati gurunya dan
lain sebagainya.[10]
E.
KESIMPULAN - BAGAIMANA
CARA MEMPERLAKUKAN AJARAN BUDDHA?
Mengenal lebih dekat ajaran Buddha
merupakan suatu kebahagiaan dan keberuntungan bagi umat manusia. Namun bagaimana
cara kita harus memperlakukan ajaran Buddha? Tak dapat dipungkiri bahwa
keyakinan yang mendalam terhadap ajaran Buddha bisa jadi malah menyebabkan
fanatisme yang membelenggu. Oleh karena itu Buddha Gautama bersabda:
“Perlakukan
Dharma [Ajaran Buddha] yang Kuajarkan sebagai rakit yang
digunakan untuk menyeberangi sungai dan bukan untuk terus engkau pegangi
saja. O, biksu bila kamu mengerti
dengan baik ajaranku
yang dapat diumpamakan sebagai rakit maka kamu seharusnya tidak lagi melekat
kepada hal-hal yang baik, terlebih lagi kepada hal – hal yang tidak baik”.
Alagaddupama Sutta, Kitab Majjhima
Nikaya 22 [11]
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Mukti. Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN
Sunan Kalijaga Press, 1988.
Hadikusuma,
Hilman. Antropologi Agama I. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993.
Hadiwijono,
Harun. Agama Hindu dan Buddha. Jakarta:
Gunung Mulia, cet. X, 2010.
Hansen, Upa.
Sasanasena Seng . Ikhtisar Ajaran Buddha.
Yogyakarta: Vidyasena Production. Cet. Ke-2.
2008
Presentasi mengenai pembahasan ini
disampaikan pada tanggal 19
April
2013, oleh Ifa Nur Rofiqoh.
[2] Mukti Ali. Agama-Agama di Dunia, (Yogykarta: IAIN
Sunan Kalijaga Press, 1998), h. 129
[3] Hilman
Hadikusuma. Antropologi Agama I, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1993), h. 236
[5] Hilman
Hadikusuma. Antropologi Agama I, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1993), h. 237
[9] Hilman
Hadikusuma. Antropologi Agama I, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1993), h. 239
[10] Harun
Hadiwijono. Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta:
Gunung Mulia, cet. X, 2010), h. 85
[11] Upa. Sasanasena
Seng Hansen. Ikhtisar Ajaran Buddha.
(Yogyakarta : Vidyasena Production, 2008). h. 37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar